Ambon, Maluku– Dialog Publik yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku bertajuk “Intelejen Lumpuh – Ekonomi Tersendat, Fenomena Konflik Komunal Awal Pemerintahan di Maluku” menghadirkan pemaparan tajam dari Akademisi FISIP Universitas Pattimura, Poli Kortelu.
Dalam forum yang digelar di Media Kafe Ambon, Graha Ambon Ekspres, Sabtu (19/04), Kortelu memaparkan relasi tak terpisahkan antara stabilitas keamanan dan pertumbuhan ekonomi daerah, sambil menegaskan bahwa Maluku membutuhkan perhatian serius dan kebijakan berskala darurat dari negara.
Kortelu mengibaratkan keamanan dan ekonomi sebagai dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan.
“Secara sosiologis, ekonomi yang buruk kerap menjadi akar kerawanan sosial. Dan sebaliknya, keamanan yang tidak terjamin membuat iklim investasi mandek. Ini lingkaran yang tak boleh dibiarkan terus berlangsung,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa jaminan keamanan harus menjadi fondasi utama pembangunan ekonomi.
“Tak ada investor yang mau menanam modal di tanah yang penuh gejolak,” tegasnya. Bagi Kortelu, kesejahteraan adalah benteng utama perdamaian. “Orang sejahtera tidak mungkin membuat kekacauan. Tapi orang lapar? Itu bahaya,” ungkapnya.
Karena itu, ia mendorong kemandirian ekonomi berbasis lokal, dengan menitikberatkan pada produktivitas pangan sebagai bentuk ketahanan dan kekuatan politik masyarakat.
“Produktivitas lokal bukan sekadar kebutuhan hidup. Ia adalah posisi tawar politik. Pemerintah daerah harus hadir sebagai fasilitator, bukan sekadar regulator,” tegasnya lagi.
Tak hanya soal pangan, Kortelu juga menyoroti ketimpangan struktural antara kawasan timur dan barat Indonesia yang menurutnya menjadi luka lama tanpa obat. Ia menyebut perlu ada emergency treatment dalam bentuk kebijakan afirmatif yang mendesak.
“Bayangkan, 500 juta orang di wilayah barat disuplai prioritas, sementara 20 juta lainnya di timur harus berebut dengan sisa. Di mana keadilannya?” katanya lantang.
Isu penguasaan aset daerah oleh elit luar juga tak luput dari sorotannya. Kortelu secara terbuka mengkritik kemungkinan penguasaan Blok Masela oleh kekuatan finansial eksternal, termasuk afiliasi keluarga Cendana.
“Kalau pada Oktober nanti sektor pariwisata dan ekspor-impor Maluku Barat Daya sudah dikuasai dari Jakarta, maka tinggal tunggu waktu Blok Masela juga lepas. Ini kekayaan milik rakyat Maluku, bukan korporasi elite,” ujarnya menutup.
Dialog ini dibuka oleh Sekretaris Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku, Asyatri Almohdar, yang mengingatkan pentingnya kewaspadaan atas gejolak sosial di masa transisi pemerintahan.
Ia menegaskan bahwa efektivitas sistem deteksi dini konflik harus ditingkatkan agar ekonomi lokal tidak terus-menerus menjadi korban instabilitas keamanan.
“Transisi politik tak boleh mengorbankan investasi dan keberlangsungan usaha rakyat,” tutupnya.
Acara ini ditutup dengan penandatanganan petisi “Rembuk Rasa Orang Saudara”, sebagai simbol komitmen bersama untuk menjaga perdamaian dan mendorong penguatan ekonomi lokal. Dari lima narasumber yang diundang, Kepala Kesbangpol Provinsi Maluku tidak hadir tanpa keterangan, sementara perwakilan Polresta absen karena pra kondisi perayaan Pasrah Kristus 2025.***