Ambon, Maluku— Proses penanganan kasus premanisme di Negeri Tial, Kabupaten Maluku Tengah, menuai sorotan tajam. Tim Advokasi Sukiran Lestaluhu secara tegas mendesak pencopotan Kapolda Maluku, hingga Kasat Reskrim atas dugaan ketidakadilan dan intervensi dalam proses hukum.
Premanisme yang menimpa Sukiran Lestaluhu terjadi saat perayaan Idulfitri lalu. Namun, alih-alih menangkap pelaku, polisi justru menetapkan korban sebagai tersangka.
Kejanggalan ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan memperkuat kecurigaan adanya ketidakberpihakan aparat kepolisian.
“Pelaku bukan berasal dari Negeri Tial, melainkan dari negeri tetangga, Tulehu. Kami sudah melaporkan kasus ini ke Polresta untuk ditindaklanjuti. Sayangnya, sampai hari ini, tidak ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya, korban justru yang diproses secara hukum,” tegas Lukman Rolobessy, Ketua Tim Advokasi, Selasa (29/04).
Menurut Lukman, pernyataan Kasat Reskrim dan Kapolres yang menyebut bahwa penetapan tersangka bergantung pada “atasan” membuktikan adanya intervensi dalam penanganan perkara.
Ia menilai, jalannya penyidikan sudah keluar dari prinsip keadilan dan kepastian hukum.
“Jawaban seperti itu menunjukkan proses hukum telah dikendalikan oleh kepentingan di luar penyidik. Ini bentuk nyata dari penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Tim Advokasi berencana melaporkan kasus ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Kapolri, DPR RI, hingga Presiden Republik Indonesia.
Mereka mendesak agar Kapolda Maluku segera dicopot karena dinilai gagal menjamin keadilan dan memperlihatkan ketidakprofesionalan aparat di bawah komandonya.
“Kami tidak akan diam. Kami akan bergerak untuk memperjuangkan keadilan bagi korban. Hukum tidak boleh tunduk kepada intervensi,” tegas Lukman.***