Ambon, Maluku– Sikap arogan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) kabupaten Seram Bagian Barat, Siti Khotidja, mendapat sorotan tajam dari Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Provinsi Maluku, Frida Rayman.
Frida menilai tindakan yang ditunjukkan oleh Khotidja terhadap jurnalis perempuan di Maluku sangat tidak pantas dan mencoreng nilai profesionalisme.
“Ingat, kami jurnalis dilindungi oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999,” ujar Frida kepada awak media di lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, pada Sabtu (6/1/2025).
Menurut Frida, pemerintah daerah, termasuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), seharusnya memberikan ruang yang terbuka untuk pers.
“Kami adalah mitra kerja pemerintah. Harusnya ada keterbukaan dan penghormatan kepada wartawan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Frida menyampaikan kekecewaan mendalam atas perilaku Khotidja.
“Kami, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia Provinsi Maluku, menyesalkan tindakan arogan Siti Khotidja. Kami mendesak Penjabat (Pj) Bupati SBB, Dr. Achmad Jais Ely, dan Sekda SBB, Leverne Alvin Tuasuun, untuk segera mengevaluasi pejabat tersebut.”
Kritik serupa juga disampaikan oleh Amel Breemer, seorang jurnalis sekaligus tokoh perempuan Maluku. Amel menganggap bahwa karakter dan sikap Khotidja tidak mencerminkan seorang pemimpin.
“Bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa melayani publik dengan baik, jika terhadap pimpinannya saja, termasuk Pj Bupati dan anggota DPRD, komunikasi mereka tidak direspons? Ini menunjukkan etika yang buruk,” ungkap Amel.
Amel bahkan menyatakan bahwa perilaku Siti Khotidja telah mencerminkan sikap arogan yang berlebihan.
“Kami menilai arogansi Siti Khotidja sudah di luar batas. Masih banyak ASN di SBB yang lebih pantas dan berkompeten untuk menggantikan posisinya,” tegas Amel.
Amel juga mengancam akan menggalang aksi di depan Kantor Bupati SBB jika tuntutan evaluasi terhadap Siti Khotidja tidak segera dilakukan. “Kami akan menyerukan aksi jika tidak ada tindakan tegas. Seorang pemimpin harus memiliki etika, integritas, dan kemampuan melayani masyarakat,” pungkasnya.
Tindakan arogan Khotidja, menurut Amel, telah merusak citra daerah.
“Daerah ini akan hancur jika dipimpin oleh seseorang yang tidak beretika dan arogan seperti Siti Khotidja. Kami berharap ke depan, pemerintah lebih bijak dalam memilih pejabat yang berkarakter baik,” tutupnya.**