- Satu kesalahan kecil bisa membuka tabir besar. Birokrasi bukan tempat bagi yang ceroboh, apalagi yang bermain dalam bayang-bayang. Saatnya bersih-bersih!”
Oleh: M. Fahrul Kaisuku
Piru, Maluku– Kesalahan dalam spanduk acara Gerakan Pangan Murah di Dusun Tanah Goyang, Desa Loki, mungkin tampak sederhana bagi sebagian orang. Namun, dalam dunia politik dan birokrasi, tidak ada kesalahan yang benar-benar kebetulan. Kesalahan fatal yang mencantumkan Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai “Bupati Seram Bagian Barat” adalah tamparan bagi sistem tata kelola pemerintahan daerah. Ini bukan sekadar salah ketik, tetapi mencerminkan ada yang salah dalam mekanisme kerja birokrasi.
Dimensi Politik di Balik Blunder Administratif
Di dunia politik, kesalahan semacam ini bisa menjadi bagian dari permainan yang lebih besar. Meletakkan gelar “Bupati” pada Sekda bukan hanya kesalahan teknis, tetapi bisa menjadi bagian dari strategi komunikasi tertentu—sadar atau tidak.
Hal ini berpotensi menimbulkan spekulasi tentang adanya skenario yang lebih dalam di baliknya: apakah ada faksi-faksi dalam pemerintahan yang bermain? Apakah ini bagian dari upaya menggiring opini publik? Atau sekadar kelalaian yang menunjukkan lemahnya profesionalisme?
Dalam dinamika pemerintahan daerah, hubungan antara Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda bukan sekadar hubungan administratif.
Ada kepentingan politik, strategi kekuasaan, dan rivalitas yang bisa muncul kapan saja. Kesalahan dalam spanduk ini, jika tidak ditangani dengan tegas, bisa menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan stabilitas kepemimpinan daerah.
Birokrasi yang Lengah, Profesionalisme yang Dipertaruhkan
Lebih jauh, kesalahan ini membuka tabir tentang bagaimana birokrasi di Kabupaten Seram Bagian Barat bekerja. Setiap acara resmi pemerintahan seharusnya melewati tahapan perencanaan yang matang, termasuk pengecekan detail-detail teknis seperti spanduk.
Jika kesalahan sebesar ini bisa lolos, maka apa yang bisa kita harapkan dari kebijakan-kebijakan strategis lainnya?
Ketelitian adalah prinsip dasar dalam administrasi publik. Jika spanduk yang terpampang di ruang publik saja bisa salah, bagaimana dengan keputusan-keputusan penting yang melibatkan anggaran dan kebijakan publik? Ini bukan sekadar kesalahan desain, melainkan indikator lemahnya sistem kontrol dalam birokrasi SBB.
Jangan Beri Ruang untuk Orang-Orang yang Tidak Kompeten
Bupati dan Wakil Bupati harus memastikan bahwa birokrasi daerah tidak diisi oleh individu yang ceroboh atau tidak kompeten. Kesalahan ini menjadi alarm bahwa ada yang tidak beres dalam manajemen aparatur di lingkungan Pemkab SBB.
Lebih dari itu, sudah saatnya seleksi pejabat dan tenaga pendukung pemerintahan dilakukan dengan lebih ketat. Tidak boleh ada ruang bagi mereka yang tidak memiliki kapasitas, apalagi yang bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) tetapi diberi peran strategis dalam pengelolaan birokrasi. Profesionalisme adalah kunci dalam pemerintahan yang kredibel.
Wakil Bupati Selfianus Kainama sudah memberikan sindiran tajamnya dengan cara yang elegan. Namun, pesan di balik senyumannya jelas: kesalahan ini tidak bisa dianggap remeh. Jika birokrasi dibiarkan berjalan tanpa kontrol yang ketat, maka yang dipertaruhkan bukan hanya citra pemerintahan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap kepemimpinan daerah.
Ini harus menjadi momentum untuk bersih-bersih. Jika kesalahan seperti ini bisa terjadi, maka ada dua kemungkinan: ada pihak yang bermain atau ada sistem yang bocor. Keduanya tidak bisa dibiarkan. Jika tidak segera dibenahi, jangan salahkan publik jika mulai mempertanyakan siapa yang benar-benar mengendalikan jalannya pemerintahan di Kabupaten Seram Bagian Barat.***