Ambon, Maluku – Ratusan Mahasiswa IAIN Ambon, Kamis (20/2/2025), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku. Mereka menolak kebijakan efesiensi anggaran Pemerintahan Prabowo.
Dalam aksi ini, mahasiswa dan polisi nyaris bentrok. Ketegangan terjadi setelah mahasiswa dan polisi saling dorong. Di mana saat itu mahasiswa memaksa masuk ke kantor DPRD Maluku untuk menyampaikan aspirasi.
Mahasiswa menolak permintaan 15 perwakilan oleh DPRD Maluku. Akibatnya terjadi saling dorong dan nyaris bentrok. Mahasiswa berkeinginan agar seluruhnya masuk ke ruang rapat paripurna untuk berdialog dengan para pempinan DPRD.
Meski sempat bersitegang, mahasiswa akhirnya membacakan tuntutan di depan gedung rakyat tersebut.
Dalam tuntutannya, mahasiswa menolak Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, khususnya di Maluku. Kebijakan ini dinilai akan berdampak buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Maluku, khususnya di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Sebagai wilayah kepulauan, Maluku masih menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan, termasuk minimnya infrastruktur, terbatasnya akses layanan dasar, serta ketimpangan sosial dan ekonomi.
Pemangkasan anggaran oleh Pemerintah Pusat berisiko memperparah kondisi tersebut, sehingga dengan tegas mahasiswa menolak kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kebutuhan daerah.
Menurut mahasiswa, dampak kebijakan efisiensi anggaran bagi Maluku, pertama dari sisi geografis akan menghambat pembangunan infrastruktur transportasi yang vital untuk konektivitas antar-pulau.
Kemudian meningkatkan biaya logistik, yang berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok, membatasi akses masyarakat terhadap layanan publik akibat keterbatasan infrastruktur.
Selanjutnya sosial yang akan memperburuk angka kemiskinan akibat pemangkasan bantuan sosial bagi masyarakat miskin, menyebabkan kesenjangan sosial yang semakin tajam antara perkotaan dan daerah terpencil. Kemudian menghambat program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan lokal.
Sementara dari sisi pendidikan, sangat berpotensi mengancam keberlanjutan sekolah-sekolah di daerah 3T akibat terbatasnya anggaran operasional, mengurangi jumlah tenaga pendidik honorer dan insentif bagi guru di wilayah terpencil. Sisi lain menghambat akses siswa terhadap beasiswa dan bantuan pendidikan yang sangat dibutuhkan.
Dampak lainnya, yaitu di bidang ekonomi. Di antaranya akan melemahkan sektor perikanan dan pertanian, yang menjadi tulang punggung ekonomi Maluku, menghambat pertumbuhan UMKM akibat keterbatasan program bantuan dan insentif usaha, dan memperbesar kesenjangan ekonomi antar wilayah karena berkurangnya investasi di daerah terpencil.
“Kami tidak butuh program makan bergizi gratis, tetapi yang paling kami butuhkan adalah program kesehatan gratis dan pendidikan gratis,” pinta sejumlah orator dalam orasinya. (**)
Tolak Efisiensi Anggaran, Puluhan Mahasiswa dan Polisi Nyaris Bentrok
Ambon, Maluku – Ratusan Mahasiswa IAIN Ambon, Kamis (20/2/2025), menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku. Mereka menolak kebijakan efesiensi anggaran Pemerintahan Prabowo.
Dalam aksi ini, mahasiswa dan polisi nyaris bentrok. Ketegangan terjadi setelah mahasiswa dan polisi saling dorong. Di mana saat itu mahasiswa memaksa masuk ke kantor DPRD Maluku untuk menyampaikan aspirasi.
Mahasiswa menolak permintaan 15 perwakilan oleh DPRD Maluku. Akibatnya terjadi saling dorong dan nyaris bentrok. Mahasiswa berkeinginan agar seluruhnya masuk ke ruang rapat paripurna untuk berdialog dengan para pempinan DPRD.
Meski sempat bersitegang, mahasiswa akhirnya membacakan tuntutan di depan gedung rakyat tersebut.
Dalam tuntutannya, mahasiswa menolak Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, khususnya di Maluku. Kebijakan ini dinilai akan berdampak buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Maluku, khususnya di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Sebagai wilayah kepulauan, Maluku masih menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan, termasuk minimnya infrastruktur, terbatasnya akses layanan dasar, serta ketimpangan sosial dan ekonomi.
Pemangkasan anggaran oleh Pemerintah Pusat berisiko memperparah kondisi tersebut, sehingga dengan tegas mahasiswa menolak kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kebutuhan daerah.
Menurut mahasiswa, dampak kebijakan efisiensi anggaran bagi Maluku, pertama dari sisi geografis akan menghambat pembangunan infrastruktur transportasi yang vital untuk konektivitas antar-pulau.
Kemudian meningkatkan biaya logistik, yang berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok, membatasi akses masyarakat terhadap layanan publik akibat keterbatasan infrastruktur.
Selanjutnya sosial yang akan memperburuk angka kemiskinan akibat pemangkasan bantuan sosial bagi masyarakat miskin, menyebabkan kesenjangan sosial yang semakin tajam antara perkotaan dan daerah terpencil. Kemudian menghambat program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan lokal.
Sementara dari sisi pendidikan, sangat berpotensi mengancam keberlanjutan sekolah-sekolah di daerah 3T akibat terbatasnya anggaran operasional, mengurangi jumlah tenaga pendidik honorer dan insentif bagi guru di wilayah terpencil. Sisi lain menghambat akses siswa terhadap beasiswa dan bantuan pendidikan yang sangat dibutuhkan.
Dampak lainnya, yaitu di bidang ekonomi. Di antaranya akan melemahkan sektor perikanan dan pertanian, yang menjadi tulang punggung ekonomi Maluku, menghambat pertumbuhan UMKM akibat keterbatasan program bantuan dan insentif usaha, dan memperbesar kesenjangan ekonomi antar wilayah karena berkurangnya investasi di daerah terpencil.
“Kami tidak butuh program makan bergizi gratis, tetapi yang paling kami butuhkan adalah program kesehatan gratis dan pendidikan gratis,” pinta sejumlah orator dalam orasinya. (**)