Piru, Maluku– Penarikan biaya masuk pengunjung dan retribusi pedagang di kawasan wisata Air Putri, Dusun Wayoho, Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), sejak 4 Februari 2025 hingga kini diduga merupakan praktik pungutan liar (pungli).
Dugaan ini mencuat lantaran objek wisata tersebut dikelola oleh PT Saka Mese Nusa Utama, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkab SBB, yang saat ini menghentikan operasionalnya akibat sengketa kepemilikan lahan.
Direktur Utama PT Saka Mese Nusa Utama, Muhammad Jais Patty, mengonfirmasi bahwa pengelolaan wisata Air Putri telah dihentikan sejak adanya pemberitahuan dari pengadilan mengenai sengketa tanah antara keluarga almarhum Umar Elly dan keluarga Rosmina.
“Sejak 4 Februari 2025, kami tidak lagi mengelola Air Putri, termasuk menangguhkan penagihan biaya masuk dan retribusi pedagang hingga sengketa lahan diselesaikan,” ujar Patty, Rabu (26/2/2025).
Senada dengan itu, Kepala Bagian Ekonomi Pemkab SBB, Rudi F. Patty, menegaskan bahwa pemerintah daerah dan BUMD tidak melakukan aktivitas atau penagihan di Air Putri sejak penghentian operasional tersebut.
“Saya sudah instruksikan BUMD untuk tidak melakukan aktivitas di Air Putri hingga ada keputusan hukum final terkait sengketa lahan,” kata Rudi, Kamis (27/2/2025).
Namun, di lapangan, pungutan masih terjadi. Salah satu pengunjung mengaku tetap diminta membayar tiket masuk tanpa diberikan karcis resmi.
“Kami heran, biasanya dapat tiket, tapi sekarang tidak. Saat ditanya, petugas hanya bilang mereka diperintahkan untuk menagih biaya masuk,” ujar pengunjung yang enggan disebut namanya.
Tarif masuk yang dikenakan sebesar Rp5.000 per orang, Rp10.000 untuk kendaraan roda dua, dan Rp20.000 untuk kendaraan roda empat.
Praktik pungutan ini menimbulkan pertanyaan, terutama mengenai aliran dana yang dipungut. Publik pun mendesak pemerintah daerah segera menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab agar kepercayaan terhadap pengelolaan wisata daerah tetap terjaga.***