Ambon, Maluku– Pasca sukses seremoni Misi Dagang dan Investasi antara Pemerintah Provinsi Maluku dan Jawa Timur yang mencatat nilai transaksi fantastis mencapai Rp459,5 miliar, sorotan kini mengarah pada keberlanjutan dan implementasi nyata di lapangan, khususnya terkait pemberdayaan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) lokal.
Sayangnya, saat menghindar, pada Kamis (24/04) berupaya mengonfirmasi langkah strategis dan skema pembinaan pasca-misi dagang, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku, Yahya Kotta terkesan menghindar.
Yahya secara tidak langsung keberatan bersedia memberikan pernyataan dan malah mengalihkan wartawan untuk berkoordinasi langsung dengan Biro Pemerintahan Setda Provinsi Maluku.
Padahal, media hendak menggali informasi penting menyangkut:
1. Rencana konkret pembinaan UMKM setelah misi dagang;
2. Keterlibatan Disperindag dalam mengawal transaksi yang telah tercapai;
3. Respon terhadap penolakan sejumlah pedagang Pasar Mardika untuk menempati gedung baru yang disediakan pemerintah.
Minimnya keterbukaan informasi publik dari Dinas teknis seperti Disperindag dinilai menjadi hambatan tersendiri dalam memastikan keterlibatan aktif masyarakat, khususnya pelaku UMKM, dalam ekosistem perdagangan yang lebih inklusif.
Sejumlah pelaku usaha dan pengamat ekonomi daerah menyayangkan sikap tertutup tersebut, mengingat peran Disperindag seharusnya menjadi garda terdepan dalam menghubungkan kebijakan pemerintah dengan kebutuhan pelaku usaha di akar rumput.
“Nilai transaksinya memang besar, tapi pertanyaannya sekarang: siapa yang mengawal agar ini tidak berhenti di seremoni? Disperindag seharusnya yang tampil menjawab itu,” ujar Farham Suneth aktivis Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku.
Sementara itu, masalah klasik di Pasar Mardika kembali mencuat, yakni penolakan sebagian pedagang untuk pindah ke gedung baru karena alasan fasilitas, keamanan, dan akses pembeli yang belum optimal.
Konfirmasi lebih lanjut kepada Disperindag yang seharusnya menjadi leading sector dalam hal penataan perdagangan pun kembali tidak membuahkan hasil.
Ketiadaan penjelasan resmi dari Kepala Dinas atau pejabat teknis lainnya membuka ruang spekulasi publik terkait konsistensi dan keseriusan pemerintah dalam menyambut hasil misi dagang tersebut.
Sebagai instansi teknis yang menangani sektor industri dan perdagangan, Disperindag Maluku diharapkan dapat lebih responsif, terbuka, dan berkomitmen untuk mengawal implementasi program secara menyeluruh hingga level terbawah masyarakat.***