Ambon, Maluku— Kehadiran pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan. Dari lembaga-lembga pesantren itulah asal usul sejumlah manuskrip tentang pengajaran Islam di Asia Tenggara yang tersedia secara terbatas, yang dikumpulkan oleh pengembara-pengembara pertama dari perusahaan-perusaan dagang Belanda dan Inggris sejak akhir abad 16.
Selama masa kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, dan tidak berlebihan kiranya untuk menyatakan pesantren sebagai lembaga pendidikan grass root people yang sangat menyatu dengan kehidupan mereka. Basis kekuatan pesantren bukan saja di tanah jawa pada saat masa kolonial tetapi di daerah seluruh nusantara maupun Maluku, tanah kelahiran saya.
Selama zaman kolonial pula, pesantren lepas dari perencanaan pendidikan pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintahan Belanda berpendapat bahwa sistem pendidikan Islam sangat jelek baik ditinjau dari segi tujuan, maupun metode dan bahasa(Bahasa Arab) yang dipergunakan untuk mengajar, sehingga sangat sulit untuk dimasukkan dalam perencanaan pendidikan umum pemerintahan kolonial.
Tujuan pendidikannya dinilai tidak menyentuh kehidupan duniawi, metode yang dipergunakan tidak jelas kedudukannya, seorang guru apakah ia guru ataukah pemimpin agama, dan dalam hal bahasa yang dipergunakan, tulisan Arab sangat berbeda dengan tulisan Latin sehingga menyulitkan untuk dimasukkan ke dalam perencanaan pendidikan mereka.
Sebaiknya, mereka menerima sekolah Zending untuk dimasukkan ke dalam sistem pendidikan pemerintahan kolonial, karena secara filosofis dan teknik dianggap lebih mudah, yaitu baik tujuan, metode, maupun bahasa yang dipergunakan sesuai dengan nilai kebiasaan pemerintahan kolonial.
Orientasi sekolah umum diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan dalam hidup keduniawian, sedang pesantren mengarahkan orientasinya pada pembinaan moral dalam konteks kehidupan ukhrawi. Kecuali itu, hal tersebut juga disebabkan pemerintah kolonial Belanda takut pada perkembangan Islam.
Santri dan Enterpreneurship
Agama sebagaimana dikemukakan Max Weber, maupum beberapa peneliti-peneliti setelahnya memberikan kontribusi terhadap kemajuan ekonomi. Pandangan semacam ini diperkuat oleh Clifford Geertz saat meneliti tentang santri pengusaha di Mojokuto.
Ia malah menyebutkan bahwa etos kerja keras, sikap disiplin, hemat, jujur, dan rasional santri pengusaha jauh lebih kuat dibanding rekannya yang abangan maupun priyayi. Santri pengusaha memiliki keahlian, ketrampilan dan pengetahuan dagang yang tidak dimililki oleh golongan abangan dan priyayi.
Bahkan santri pengusaha dan pedagang memiliki toko yang lebih banyak dibanding dengan mereka. Clifford Geertz dalam penelitiannya itu mencatat bahwa santri pengusaha dan pedangang dikenal puritan dalam menjalankan ajaran agama. Mereka shalat lima waktu, berpuasa dibulan Ram adhan, dan pergi haji ke Makkah.
Banyak peneliti lain di Indonesia juga menyebutkan indikasi kontribusi Agama dan pondok pesantren dengan segala assetnya yang tidak kecil. Lanca Castle di Kudus misalnya menunjukkan bahwa santri pengusaha dan pedagang memiliki etos kerja keras, sikap hemat, jujur dan disiplin, Mereka lebih unggul jika dibandingkan dengan golongan priyayi dan abangan, meskipun mereka tertinggal dengan golongan cina, terutama dalam pengembangan organisasi usaha dan peningkatan produksi.
Pendidikan tambahan yang mengarah pada aspek kewirausahaan (enterpreneurship) menjadi dinamika tersendiri bagi pesantren dewasa ini. Pesantren berbondong-bondong membekali para santri dengan pendidikan kertampilan dan kewirausahaan, seperti perkoperasian, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain- lain.
Dengan pendidikan dan muatan ini santri dididik menjadi manusia yang bersikap mandiri dan berjiwa wirausaha terutama setelah mereka menyelesaikan pendidikannya, sehingga pada akhirnya mampu memberikan motivasi dinamis setelah mereka kembali kepada masyarakat.
Kemandirian para santri yang diartikan sebagai potensi untuk mengorganisasi dirinya sendiri, merealisasi sumber daya lokal ini merupakan tujuan yang hendak dicapai dari proses pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh lembaga pesantren. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Wahjoetomo, bahwa mereka giat bekerja dan berusaha secara independen tanpa menggantungkan nasib pada orang lain atau lembaga pemerintah dan swasta.
Dalam Islam, kewirausahaan atau Interprunership merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan. Keinginan untuk mandiri secara finansial atau niat untuk melakukan kegiatan kewirausahaan biasanya dipengaruhi oleh sosok Nabi Muhammad SAW yang merupakan seorang pedagang yang cukup sukses di usia muda.
Karenanya, ajaran ajaran mengenai aktivitas wirausaha bisa kita temui dalam berbagai format Pendidikan Islam, termasuk di Pesantren. minat berwirausaha dapat didorong melalui pembelajaran kewirausahaan yang disediakan oleh Lembaga Pendidikan. Kemudian dukungan lembaga pendidikan melalui penyediaan program-program kewirausahaan dapat mendorong intensi siswa/ mahasiswa untuk memulai sebuah bisnis. Karenanya, Lembaga Pendidikan perlu menekankan pentingnya komitmen dalam mendukung setiap program kewirausahaan. Sejalan dengan visi bapak presiden Prabowa Subianto soal Umkm anak muda ini menjadi pentingnya pendidikan kewirausahaan dalam meningkatkan motivasi berwirausaha di kalangan santri.
Dalam konteks ini, peran pendidikan kewirausahaan perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan motivasi santri agar memiliki niat, tekad, dan kemampuan untuk menjadi seorang wirausaha.
Pesantren sebagai Basis Arus Baru Kebangkitan Ekonomi Umat
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pusat perekonomian ekonomi Islam dunia. Sebab selain di dukung oleh besarnya jumlah penduduk muslim, Indonesia juga memiliki faktor pendukung lain yang sangat strategis bila dibandingkan dengan negara lain yaitu faktor adanya lembaga pendidikan Islam tradisional berupa Pondok Pesantren.
Maka akan sangat mengherankan bila sampai sekarang ini, kurang lebih setelah 22 tahun sejak pertama kalinya berdiri bank dengan sistem syariah yaitu Bank Mu’amalah berdiri tahun 1992, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia masih berjalan stagnan dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan negara lain, terutama negara tetangga Malaysia yang perkembangan ekonomi Islamnya paling maju di dunia.
Modernisasi “memaksa” Santri melakukan terobosan baru sangat dibutuhkan oleh umat , antara lain dengan memperluas “mandat ekonomi.” Dengan kata lain, pesantren tidak hanya sebagai “perantara budaya,” tetapi juga perantara ekonomi.
Santri perlu lebih menitik beratkan pada kegiatan ekonomi guna memperkuat buffer zone-nya. Pendidikan kewirausahaan dan pemagangan santri di bidang ekonomi-industri dan jaringan pesantren dengan dunia industri dapat menjadi syarat utama perluasan mandat ekonomi santri. Perluasan mandat ekonomi sebenarnya bukan hal baru bagi pesantren Khususnya santri. Modal produksi ekonomi berbasis pesantren telah banyak dilakukan, namun masih terbatas pada beberapa pesantren. Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Gontor di Ponorogo, hanyalah beberapa contoh pesantren sukses yang sampai
taraf tertentu berhasil menggerakkan mode produksi ekonomi pesantren. Namun secara umum, kerja ekonomi yang dilakukan pesantren dilakukan secara parsial, dan tidak dalam tataran jejaring ekonomi yang lebih luas antar pesantren yang dapat berkontribusi dalam penciptaan daya tawar yang baik bagi lembaga-lembaga ekonomi di luar pesantren. Selain itu, cara produksi ekonomi pesantren dilakukan untuk dirinya sendiri, bukan ekonomi masyarakat luas, sehingga ini menjadi tantangan yang menjadi pokok pikiran tulisan saya, Berangkat dari kesadaran bahwa tidak semua santri akan menjadi ulama, maka mencoba membekali santri dengan keterampilan di bidang pengembangan ekonomi dengan membentuk komunitas kewirausahaan.
Dengan adanya komunitas kewirausahaan ini santri yang dihasilkan diharapkan mempunyai pengalaman dan syukur keahlian praktis tertentu yang nantinya dijadikan modal untuk mencari pendapatan hidup sekeluar dari pesantren. Program pemberdayaan ini tentunya sangat bermanfaat bagi peningkatan skill santri khususnya keterampilan Ekonomi.
SELAMAT HARI SANTRI…..







































































Discussion about this post