Ambon, Maluku — Menjelang berakhirnya rangkaian Sidang Sinode GPM ke-39, suasana di berbagai komisi semakin intens. Salah satunya, Komisi VIII yang memiliki tanggung jawab strategis: merumuskan kriteria calon Ketua dan pengurus Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM) periode 2025–2030.
Komisi ini dipimpin oleh Pdt. D.Z. Wutwensa sebagai Ketua dan Pdt. H. Rutumalessy sebagai Sekretaris. Sidang komisi yang berlangsung di Gereja Nehemia, Ambon, pada Senin (20/10/2025) itu, kini telah mencapai tahap pemaparan hasil kepada seluruh peserta Sidang Sinode di Gereja Maranatha Ambon, Jumat (24/10).
Dalam pemaparannya, Pdt. Wutwensa menegaskan bahwa Komisi VIII bukan pertama kalinya memegang mandat penting ini.
“Kami juga dipercaya dalam Sidang Sinode sebelumnya untuk menyusun kriteria kepemimpinan periode yang kini sedang berakhir. Karena itu, kami meninjau kembali hal-hal yang sudah berjalan, lalu menyesuaikannya dengan kebutuhan pelayanan lima tahun ke depan,” ujarnya di hadapan peserta sidang.
Lebih lanjut, Wutwensa menjelaskan bahwa ada sejumlah perubahan dan penajaman dalam kriteria calon pemimpin GPM kali ini.
Perubahan tersebut diarahkan agar kepemimpinan mendatang lebih adaptif terhadap tantangan zaman—baik dalam konteks digitalisasi pelayanan, penguatan persekutuan jemaat, maupun tanggapan gereja terhadap dinamika sosial dan lingkungan di Maluku dan Tanah Papua.
“Kepemimpinan gereja bukan hanya soal karisma pribadi, tapi juga kemampuan untuk menavigasi gereja dalam arus perubahan sosial yang cepat. Karena itu, kami menekankan aspek integritas, kemampuan kolaborasi lintas bidang pelayanan, serta kepekaan pastoral terhadap isu-isu kemanusiaan dan lingkungan hidup,” tambahnya.
Rancangan kriteria ini akan dibahas, dikoreksi, dan disahkan bersama dalam pleno Sinode agar menjadi dasar bagi proses pemilihan MPH yang baru.
Dengan begitu, GPM diharapkan memiliki pemimpin yang bukan hanya kuat secara spiritual, tetapi juga tangguh dalam tata kelola organisasi dan pelayanan masyarakat.
Sidang Sinode ke-39 GPM sendiri telah berlangsung selama sepekan terakhir, diwarnai dengan berbagai dinamika dan diskusi hangat mengenai arah pelayanan gereja lima tahun mendatang.
Sejumlah isu strategis turut mengemuka, mulai dari pemberdayaan jemaat di daerah kepulauan terpencil, digitalisasi pelayanan pastoral, hingga penguatan peran GPM dalam mendorong keadilan sosial dan ekologis di Maluku.
Menjelang penutupan, masih tersisa satu agenda penting terakhir, yaitu Sidang umum perihal Rekomendasi.
Sidang ini menjadi ruang bagi peserta untuk merumuskan rekomendasi strategis dan pastoral berdasarkan hasil seluruh pembahasan komisi, termasuk kriteria kepemimpinan, arah program pelayanan, dan sikap gereja terhadap isu-isu sosial yang berkembang.
Rekomendasi yang lahir dari sidang ini nantinya akan menjadi panduan moral dan operasional bagi MPH Sinode GPM yang baru dalam menjalankan tanggung jawab pelayanan periode 2025–2030.
Dengan begitu, Sidang Sinode ke-39 tidak hanya menjadi ajang pergantian kepemimpinan, tetapi juga momentum pembaruan arah pelayanan GPM agar semakin kontekstual, tangguh, dan berdampak nyata bagi kehidupan jemaat serta masyarakat pada umumnya. ***







































































Discussion about this post