Ambon, Maluku— Sebuah patok yang ditanam di kawasan taman kota, tepat di area ukiran wajah para pahlawan Maluku di Jalan Jenderal Sudirman, Ambon, menimbulkan polemik. Patok tersebut diduga diklaim sebagai batas lahan milik pribadi oleh seorang warga yang diketahui merupakan pemilik salah satu toko ritel ternama di Maluku. Sebut saja bos Dian Pertiwi (Diper).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penanaman patok itu dilakukan pada akhir tahun 2024 lalu dalam agenda penataan batas lahan yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.
Namun, lokasi patok yang berada sekitar tiga meter dari badan jalan raya dan kurang dari setengah meter dari trotoar, menimbulkan tanda tanya besar.
Pasalnya, area tersebut sejatinya termasuk dalam kawasan daerah milik jalan (Damija), yang statusnya merupakan aset pemerintah daerah.
Patok itu berdiri tepat di dalam taman kota, di area tempat terdapat ukiran batu wajah para pahlawan Maluku. Sejumlah pihak menilai tindakan tersebut mencederai nilai history asal usul lahan dan fungsi publik taman tersebut.
Tak hanya itu, imbas dari klaim lahan tersebut kini meluas. Melalui kuasa hukum, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan disebut telah melayangkan surat somasi dan mengusir beberapa pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang beraktivitas di kawasan tersebut.
Padahal, para pelaku usaha tersebut telah mengantongi izin pemanfaatan lahan dari Pemerintah Provinsi Maluku.
Hingga kini, BPN Kota Ambon, DPRD, dan Pemerintah Provinsi Maluku belum memberikan tanggapan resmi atas polemik ini, meskipun berbagai aksi massa secara berulang telah dilakukan oleh warga dan pelaku usaha di kawasan tersebut.
Sementara itu, Koalisi Ambon Transparan, melalui Koordinator Umumnya, Taufik Rahman Saleh, mengungkapkan adanya dugaan kuat ketidakberesan dan kurangnya transparansi dalam proses penetapan batas tersebut.
“Kami menduga ada indikasi praktik jual beli lahan pemerintah yang dilakukan secara tidak transparan. Kawasan publik justru disulap menjadi klaim pribadi,” ujarnya.
Taufik juga menilai bahwa kasus ini hanyalah “pintu masuk” dari permasalahan yang lebih besar. Ia mengendus adanya pola serupa di sejumlah titik lain di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, termasuk lokasi yang pernah dieksekusi atas nama lahan Kolonel Piters, di mana puluhan bangunan dan warga menjadi korban.
“Kita melihat, pola seperti ini bukan baru pertama terjadi. Kasus di titik Pahlawan Maluku ini bisa menjadi kunci membuka praktik serupa di titik-titik lain yang lebih besar dampaknya,” ujar Taufik.
Menurutnya, sikap pasif dan saling lempar tanggung jawab antarinstansi menjadi akar dari berlarut-larutnya persoalan tata batas dan kepemilikan lahan publik di Ambon dan Maluku umumnya.
“Instansi terkait tampak takut atau was-was bersikap, padahal sudah banyak warga dan pelaku usaha menjadi korban karena kelalaian berjamaah,” tegasnya.
Untuk itu, Koalisi Ambon Transparan mendesak Pemerintah provinsi Maluku agar segera mengambil langkah tegas melalui jajaran teknisnya, khususnya Kabid Aset dan Hukum, untuk memastikan status hukum kawasan tersebut.
Selain itu, Koalisi Ambon Transparan juga meminta aparat penegak hukum — baik kepolisian maupun kejaksaan — agar segera turun tangan dan membuka penyelidikan menyeluruh terkait dugaan penyalahgunaan wewenang serta potensi praktik jual beli aset negara secara ilegal.
“Kami menunggu keberanian aparat dan pemerintah untuk bertindak, sebelum lebih banyak lagi warga menjadi korban dari permainan lahan yang tidak transparan ini,” tutup Taufik.***
 
                                 
			



















































 
    	 
                                
 
                                 
                                


 
							














Discussion about this post