Ambon, Maluku– Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” Sabda ini bukan bermaksud merendahkan orang miskin, tetapi memberikan peringatan betapa beratnya ujian hidup dalam kekurangan, hingga bisa mengguncang fondasi iman seseorang apabila tidak dikelola dengan kekuatan spiritual dan mental yang baik.
Kita dapat menyaksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa tekanan ekonomi sering kali memaksa seseorang melakukan pelanggaran yang pada awalnya bahkan tidak pernah ia bayangkan. Ada suami yang nekat merampok demi memenuhi kebutuhan keluarga, ada ibu yang menjual kehormatan demi kelangsungan hidup anak-anaknya, ada pemuda yang mencuri hanya karena ingin meniru gaya hidup teman-teman yang lebih kaya. Dan tidak jarang kita saksikan, ada yang bahkan menyeret aqidah/agama untuk kepentingan ekonomi kelompok.
Kenyataan ini terjadi karena kemiskinan, ketika tidak disertai keteguhan iman, dapat menyeret seseorang ke dalam tindakan yang haram, bahkan hingga meninggalkan agama dan mengabaikan ibadah hanya karena terfokus pada perjuangan bertahan hidup. Tidak sedikit pula yang berpindah agama karena tawaran bantuan materi dari pihak lain, menandakan betapa beratnya ujian hidup dalam kekurangan.
Oleh karena itu, orang yang sedang diuji dengan kemiskinan perlu membentengi dirinya dengan kesabaran dan rasa syukur. Bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi bersabar dari perbuatan haram dan bersyukur atas nikmat yang ada sambil bekerja keras memperbaiki keadaan ekonomi.
Bila seseorang merasa belum mampu memikul ujian kemiskinan dengan keteguhan iman, maka perjuangan untuk keluar dari kemiskinan menjadi bagian dari menjaga akidah. Menjadi mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain adalah bagian dari upaya menjaga martabat dan kehormatan sebagai hamba Allah. Namun, bagi mereka yang mampu mempertahankan sabar, syukur, ibadah, dan kemandirian meski hidup sederhana, mereka adalah orang besar di hadapan Allah.
Hadis tersebut bukan hanya peringatan untuk mereka yang sedang miskin, tetapi juga teguran keras bagi mereka yang sedang diberi kelapangan rezeki. Kemiskinan yang terjadi di sekitar kita tidak boleh dibiarkan tanpa kepedulian, karena kesenjangan sosial yang dibiarkan dapat memunculkan keputusasaan di kalangan lemah dan menciptakan konflik di masyarakat.
Karena itulah Islam mewajibkan zakat dan sangat menganjurkan sedekah. Zakat bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga instrumen sosial untuk mencegah jurang ekonomi yang mengancam keamanan dan keharmonisan. Kepedulian sosial mampu meredam potensi kriminalitas dan kecemburuan, sebagaimana nasihat bijak yang mengatakan bahwa “pagar mangkuk lebih baik daripada pagar berduri” — kehangatan berbagi lebih efektif daripada sekadar pengamanan fisik.
Kemiskinan sendiri sesungguhnya tidak hanya terkait dengan materi. Ada kemiskinan spiritual, yaitu kemiskinan hati dan iman. Rasulullah SAW bersabda, “Kaya itu bukan karena banyaknya harta, tetapi kaya itu adalah kaya jiwa.”
Banyak orang yang secara materi bergelimang harta, tetapi miskin secara spiritual: enggan membayar zakat, pelit bersedekah, licik dalam bisnis, mengemplang pajak, bahkan melakukan korupsi besar-besaran yang merugikan negara dan menyengsarakan rakyat.
Orang-orang seperti itu sesungguhnya miskin jiwa, karena kekayaannya tidak membuatnya dekat kepada Allah, tetapi justru semakin jauh dari kebenaran. Miskin spiritual bisa sama berbahayanya dengan miskin materi, karena keduanya dapat mendorong seseorang kepada kekufuran—mengabaikan perintah Allah dan melanggar larangan-Nya.
Dan kondisi yang paling mengerikan adalah ketika seseorang miskin secara material sekaligus miskin secara spiritual. Kekurangan harta membuatnya tertekan, sedangkan kerapuhan imannya membuatnya hilang kendali dan mudah tergoda melakukan kemaksiatan. Semoga Allah menjauhkan kita dari keadaan yang demikian. Ujian kemiskinan dan ujian kekayaan sama-sama berat, masing-masing dengan tanggung jawab moral dan keimanan yang berbeda.
Hadis tentang “kemiskinan dekat kepada kekufuran” pada akhirnya adalah peringatan bagi seluruh umat, baik yang kekurangan maupun yang berkecukupan. Orang miskin diingatkan untuk menjaga iman dan bekerja keras memperbaiki kehidupan, sementara orang kaya diingatkan bahwa dalam hartanya ada hak orang lain dan kepedulian sosial adalah bagian dari ibadah, bukan pilihan semata. Masyarakat diberi pesan bahwa ketidakpedulian terhadap kesenjangan ekonomi dapat merusak moral, keamanan, dan persatuan.
Semoga kita menjadi hamba Allah yang teguh menghadapi ujian hidup: tidak kufur karena kemiskinan, dan tidak kufur karena kekayaan. Semoga kita menjadi pribadi yang dermawan saat berkelimpahan, kuat saat kekurangan, dan tidak menjadikan dunia sebagai alasan untuk tergelincir dari jalan Allah. Aamiin.




































































Discussion about this post