
Saumlaki, TrendingMaluku.com – Proyek jaringan irigasi air tanah yang tengah berlangsung di Desa Lorulung, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, diduga kuat melanggar prinsip keterbukaan informasi publik dan standar keselamatan kerja. Hingga kini, proyek yang menggunakan anggaran negara tersebut tidak dilengkapi papan informasi, sehingga masyarakat sama sekali tidak mengetahui identitas, nilai anggaran, maupun penanggung jawab pekerjaan. 19/12/25
Pantauan langsung media ini di lokasi proyek mendapati tidak satu pun informasi publik yang dipasang sebagaimana diwajibkan oleh regulasi. Akibatnya, warga setempat mengaku tidak tahu apakah pekerjaan tersebut bersumber dari APBD atau APBN, berapa besar anggarannya, serta perusahaan mana yang bertindak sebagai kontraktor pelaksana.
Kondisi ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang secara tegas mewajibkan transparansi dalam setiap proyek yang menggunakan uang negara.
Lebih ironis, mandor proyek Nus Sobaleli yang ditemui wartawan di lokasi justru mengaku tidak mengetahui nama perusahaan, hanya menyebut PT. HK dari Makasar. besaran anggaran maupun detail administratif pekerjaan pun tidak mengetahui.
“Pekerjaan sudah sekitar dua minggu jalan, masa kerja kira-kira tiga bulan. Soal anggaran saya tidak tahu. Saya hanya urus kerja harian,” ungkapnya.
Mandor tersebut hanya mengetahui kerja dan besaran upah tenaga kerja, yakni Rp170.000 per hari untuk tukang dan Rp125.000 per hari untuk kuli. Fakta ini menimbulkan pertanyaan serius terkait pola pengelolaan proyek dan sejauh mana pengawasan dilakukan oleh instansi terkait.
Selain persoalan transparansi, temuan di lapangan juga menunjukkan lemahnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Para pekerja terlihat tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat melakukan aktivitas pekerjaan teknis lainnya. Kondisi ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang mewajibkan pemberi kerja menjamin keselamatan tenaga kerja di lingkungan kerja berisiko.
Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Bina Marga Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Pice Kelbulan, menyatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui teknis pelaksanaan proyek tersebut.
“Dinas hanya menyiapkan lokasi dan lahan. Di pulau Yamdena sebanyak 13 dan di pulau Selaru sebanyak 26, Untuk teknis pekerjaan silahkan tanya ke Balai Sungai di tingkat provinsi,” ujarnya.
Pernyataan ini justru mempertegas lemahnya koordinasi dan pengawasan antarinstansi, sehingga proyek yang berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Tanimbar berjalan tanpa kontrol yang jelas di tingkat daerah.
Ketiadaan papan informasi, ketidaktahuan pelaksana lapangan terhadap anggaran, serta abainya penerapan K3 menimbulkan dugaan bahwa proyek ini dijalankan tanpa standar akuntabilitas yang semestinya. Kondisi tersebut berpotensi membuka ruang penyimpangan, mulai dari ketidakjelasan kontrak kerja hingga risiko keselamatan tenaga kerja.
Masyarakat mendesak agar instansi berwenang, baik pemerintah daerah, balai teknis di tingkat provinsi, maupun aparat pengawas internal, segera turun tangan melakukan evaluasi dan audit menyeluruh terhadap proyek irigasi. Transparansi anggaran dan keselamatan pekerja dinilai tidak boleh dikorbankan atas nama pembangunan. (TM.02)



































































Discussion about this post