Ambon,- Untuk kalangan masyarakat Kota Ambon, nama Widya Pratiwi atau yang lebih akrab disebut Widya Murad Ismail sudah tidak asing lagi. Parasnya yang cantik, tinggi, dan berkulit putih itu, kerap kali terlihat mendampingi pria berbadan tegap, siapa lagi kalau bukan Gubernur Maluku, Irjen. Pol. Drs. Murad Ismail, S.H.
Pertama kali mengenal wajahnya, saat suaminya masih menjabat sebagai Kapolda Maluku tahun 2013–2015. Itu pun hanya melihat gambar yang ada pada baliho atau spanduk yang terpampang di depan jalan raya maupun ruang publik lainnya.
Jujur, waktu itu saya tidak begitu tertarik dengannya, namun rasa penasaran terhadap sosok Widya Pratiwi mulai timbul ketika saya membuat salah satu tulisan berjudul Makna Dibalik Baju Adat Tanimbar yang dipakai Istri Gubernur Maluku saat itu.
Dari situlah saya mulai tertarik untuk mengikuti aktivitasnya di media sosial. Alasan ketertarikan saya sangat sederhana, karena dia begitu antusias dan gencar memperkenalkan produk lokal karya anak daerah sampai ke luar negeri.
Rupanya semesta mengerti keinginan saya untuk mengenalnya lebih dekat. Di akhir tahun 2019 saya menerima telpon dari salah satu orang kepercayaanya, Aziz Tuny. Siang itu, Bang Aziz menelpon saya untuk menyampaikan undangan secara lisan.
Saya diundang untuk makan siang di kediaman pribadi Gubernur Maluku, bukan karena saya pernah menulis tentang dia, tapi karena pihaknya ingin bertukar pikiran dengan anak muda Ambon kreatif, yang miliki impian besar untuk memajukan Maluku secara bersama. Saya tidak sendiri, waktu itu ada beberapa anak muda lainnya yang diundang.
Pertemuan pertama dengan istri orang nomor satu di Maluku ini cukup berkesan, saya tidak melihat sosok Ibu pejabat yang harus menjaga image pada dirinya, melainkan sangat sederhana, dia bisa merangkul anak-anak muda dengan latar belakang yang berbeda tanpa batas.
Saat berdiskusi pun dia terlihat santai, mendengar satu persatu masukan dan unek-unek kami, tatapannya penuh kehangatan. Saya merasa sedang berhadapan dengan sosok ibu atau kakak perempuan, dia terbuka dan senyumnya begitu tulus.
Ada yang menarik perhatian saya, ketika dia mengajak pindah ke meja makan, beberapa kali meminta kita untuk menghabiskan makanan tersebut, “ayo makan jangan malu-malu, makan aja”, begitu ajakannya sambil memperkenalkan satu-persatu makanan yang sudah tersedia. Ini bukan perkara makanannya tapi cara dia mengajak berbeda dengan istri-istri pejabat yang pernah saya temui sebelumnya. Kami yang hadir di situ diperlakukan seperti keluarganya sendiri.
Keterbukaan seorang Widya Murad Ismail dalam berdiskusi, selain menjadi pendengar yang baik dia juga menanyakan pendapat dari kami. Sehingga diskusi kami menjadi hidup dan tidak satu arah. Saya ingat betul pada pertemuan itu, di sela-sela obrolan santai bersama teman-teman lainnya, saya sempat singgung isu stunting di Maluku. Berhubung karena dirinya merupakan Duta Parenting, sehingga obrolan kami menjadi semakin nyambung, spontang dia mengeluarkan kalimat seperti ini, “oh iya, bagus itu, kapan-kapan kita buat kegiatan bersama ya” ungkapnya.
Telinga saya tidak hanya mendengar, tapi mata saya melihat gestur yang benar-benar memancarkan kesungguhannya, untuk melakukan aksi sosial, khususnya bagi perkembangan kesehatan Ibu dan Anak di Maluku.
Pertemuan pertama tidak saya biarkan berakhir begitu saja, karena kesempatan tidak datang dua kali, maka kesempatan berikutnya harus diciptakan. Mengingat saya bersama Wanita Penulis Indonesia (WPI) Ambon sedang membuat buku Antologi Esai berjudul “SIO INA”, sebagai ketua WPI saya langsung menyampaikan padanya, dengan memohon kesediaannya untuk memberikan pengantar pada buku tersebut. Buku itu sudah diluncurkan pada bulan Desember 2019, tepat di momen hari Ibu dan hari Kebangkitan Perempuan. Ibu Widya yang juga merupakan Ketua TP.PKK Provinsi Maluku, tentunya memberikan dukungan terhadap program WPI Ambon, dia dengan senang hati mau memberikan pengantar dalam buku perdana karya 30 Penulis Perempuan Maluku tersebut.
Caranya untuk merangkul anak-anak muda Ambon tidak sampai di situ saja, pihaknya juga mengundang anak-anak muda kreatif lainnya untuk berdiskusi, tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan di masa pandemi ini.
Pejuang Stunting di Maluku
Duta Parenting (Perangi Stunting)
Sepanjang tahun 2020 saat kebebasan kita dibatasi oleh adanya pandemi covid19, saya melihat ada sosok Martha Christina Tiahahu pada diri Widya Pratiwi, Istri dari Gubernur Maluku Murad Ismail, meski dirinya bukan berdarah Maluku, namun kepedulian dan loyalitas untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat, khususnya pendidikan, kesehatan ibu dan anak. Kesungguhannya dalam upaya penurunan angka stunting di Maluku tidak tanggung-tanggung.
Hal ini dapat dilihat dengan program stunting yang dijalankannya sampai pada pelosok-pelosok negeri, dia tetap semangat menabrak angin dan melewati lautan, hanya untuk bertatap muka dengan masyarakat, mendengar keluhan kaum perempuan, bahkan duduk bercerita dengan anak-anak dipesisir pantai.
Sebenaranya upaya pencegahan stunting bukan hal baru di Maluku, sejak tahun 2012 pemerintah sudah mencanangkannya dalam program Generasi Sehat dan Cerdas (GSC), namun hanya berfokus pada tiga Kabupaten saja yakni Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat (Sekarang Kepulauan Tanimbar) dan Kabupaten Maluku Tenggara. Program ini kemudian ditutup pada tahun 2018, dan dilanjutkan oleh program-program pemerintah lainnya.
Saya yang pada saat itu juga terlibat dalam program GSC, tentunya memahami bahwa pentingnya kolaborasi dan kerjasama dalam rangka menurungkan angka stunting di Maluku. Sehingga pada saat melihat aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah stunting, saya merasa sebagai anak daerah perlu memberikan dukungan dan kerjasama, minimal mengajak orang-orang disekitar kita untuk membiasakan beraktivitas dengan cara pola hidup sehat.
Saat ini, ketika membicarakan masalah stunting di Maluku otomatis tidak terlepas dari sosok Widya Murad Ismail selaku Duta Stunting. Saya tidak menguraikan satu persatu kegiatannya dalam tulisan ini, namun pembaca bisa googling sendiri, atau bisa lihat pada video-videonya yang seringa dipoting di akun Instgaram pribadniya.
Terkait dengan posisinya sebagai Duta Perangi Stunting di Maluku, baru-baru ini, tepatnya bulan November 2020 saya dihubungi oleh Zeny Dermawan salah satu Tenaga Ahli di Kementerian BAPPENAS yang mengurus masalah stunting di Indonesia, beliau juga merupakan mantan Konsultan Nasional di Program GSC. Kebetulan mereka akan melakukan Main Event SUN Annual Meeting (SUNAM) 2020. Saat itu, pak Zeny menanyakan kondisi stunting di Maluku, dan pikiran saya pun langsung tertujuh pada sosok Ibu Widya yang humanis itu.
Obrolan saya dengan pak Zeny, langsung tersampaikan pada ibu Widya serta memohon kesediaannya untuk menjadi narasumber, mewakili Indonesia Timur pada pertemuan Nasional melalui zoom. Kegiatan itu sudah dilakukan pada Desember 2020 dengan melibatkan multipihak seperti pemerintah, mitra pembangunan, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, serta academia (SUN Network).
Dan lagi-lagi saya dibuat kagum olehnya, atas sikapnya yang hangat, penuh kasih sayang, supel, keibuan dan tidak menjaga image. Padahal itu untuk pertama kali saya menghubunginya melalui aplikasi WhatsApp. Disela-sela kesibukkannya Ibu Widya tetap merespon dengan baik.
Widya Murad Ismail: Mahina Ului di Jazirah Leihitu
Perempuan kelahiran Jakarta tahun 1970 ini, sudah miliki empat orang anak. Sejak menjadi Istri Gubernur Maluku dia kerap kali disebut sebagai Ina Latu Maluku, atau Ibunya orang Maluku. Namun, pada tulisan ini saya juga ingin menyebutnya sebagai Mahina Ului.
Dalam bahasa daerah orang Leihitu, Mahina Ului merupakan anak mantu (menantu), yakni perempuan luar yang masuk dan menjadi bagian dari keluarga besar laki-laki atas dasar ikatan perkawinan. Karena suaminya Murad Ismail diketahui berdarah Leihitu, maka secara otomatis Ibu Widya adalah Mahina Ului di keluarga besar suaminya.
Untuk diketahui bersama, bahwa selain menjabat sebagai Ketua TP. PKK Maluku dan Duta Parenting, diirinya juga dipercayakan sebagai ketua Dekranasda Provinsi, Bunda PAUD Maluku, dan juga sebagai Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Maluku.
Dalam tulisan ini, saya tidak menguraikan semua aktivitas Widya Murad Ismail, hanya berbagi pengalaman pribadi saat bersua dengannya. Semoga dengan sikapnya yang humanis, tangguh dan peduli terhadap sesama, dapat menjadi inspirasi khusus bagi kaum perempuan untuk melakukan hal-hal positif, melahirkan banyak karya, mengangkat Maluku dari ketertinggalan, melawan kemiskinan dan kebodohoan, serta bersama memajukan Maluku dari segala aspek, baik dari sisi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pariwisata, kebudayaan, dan lain sebagainnya.***
Tulisan ini murni dikutip dari catatan pribadi penulis muda Maluku, Roesda Leikawa.***