Maluku— KALA itu semua orang bersuka cita pasca ditetapkan Dr. Achmad Jais Ely, Aparatur Sipil Negara (ASN) pemerintah Provinsi Maluku sebagai penjabat (Pj.) Bupati Seram Bagian Barat (SBB) oleh Menteri Dalam Negeri pada Jumat 24/05/2024 lalu.
Suka cita itu disertai harapan besar, adanya perubahan dan perbaikan dilakukan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku itu di SBB. Antusiasme masyarakat terhadap Ely karena adanya pertalian hubungan lokalitas terhadap Saka Mese Nusa. Sepintas, beberapa ciutan menyambut penjabat Bupati; Sudah Bagus, dari Pada Orang Luar, Mending Sesama Katong Maluku.
Ciutan itu syarat makna. Namun, makin kesini, harapan itu perlahan pupus. Pria kelahiran 3 Juni 1975 itu belum menunjukan kejelasan arah kepemimpinannya.
Padahal dia tahu sendiri, jabatannya hanya seumur jagung. Hanya sampai pelantikan Bupati Definitif Januari 2025 mendatang. Artinya, masa jabatan Dr. Achmad Jais Ely menjadi penjabat Bupati SBB kurang lebih Tujuh Bulan lamanya.
Kurung waktu yang tidak terlalu lama itu, mestinya, penjabat Bupati SBB selain fokus memastikan berlangsungnya Pilkada 2024 berjalan aman dan damai, juga harus memastikan tidak ada ketimpangan dalam tubuh pemerintahannya selama dia memimpin.
Karena kehidupan di SBB, terutama roda ekonomi terus berputar, tidak stagnan menunggu Bupati Definitif. Ketimpangan terjadi begitu cepat terendus ke permukaan pasca kurang lebih Tiga Bulan menjadi Penjabat Bupati SBB.
Namun luncunya, sejumlah oknum terkesan menjadi Bumper demi pengamanan nama, jabatan dan kepentingan tanpa memikirkan nasib masyarakat yang sudah jatuh, tertimpah tangga pula.
Tidak seperti inovasi beberapa penjabat lainnya yang semasa dengan penjabat Bupati SBB. Rata rata mereka menciptakan inovasi. Sebut saja, di Kota Tual.
Inovasi penjabat Walikota dengan mencanangkan Empat Program prioritas dalam rangka mengembangkan serta menumbuhkan ekonomi kerakyatan. Itu dilakukan sembari mempersiapkan jalannya Pilkada 2024 sebagaimana amat UU.
Artinya, kesadaran pejabat Walikota Tual itu mencapai titik point seorang pemimpin. Dimana, bukan saja mengamankan kepentingan pemerintah (Jalannya Pilkada) saja, tapi mengamankan urusan tehnis hajat hidup masyarakat yang dipimpinnya. Baik itu di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun di tengah masyarakat luas.
Akhirnya, analisa pemuda-pemuda mulai menumpu pada titik kursial untuk melakukan gerakan berbasis himpunan.
Seperti tampak, gelombang protes atas keresahan mulai menggulung menunggu pecah dipermukaan.
Satu persatu komitmen Dr. Achmad Jais Ely dipertanyakan. Mulai dari kepastian pembayaran gaji guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang tak terbayarkan dan terkesan pemerintah tutup mata akan hal itu.
Ditambah, perbaikan sistem birokrasi yang dijanjikan hingga saat ini belum terlaksana. Padahal kalau mau kembali di-review, penjabat Bupati awal-awal tiba di SBB, dia menegaskan hal itu.
Akibatnya pembiaran, sejumlah orang rangkap jabatan pada Organisasi Perangkat Daerah. Akibat lainnya, kekosongan jabatan sekertaris pada Dinas prikanan, dinas pendidikan dan pariwisata, yang hingga saat ini belum juga terisi.
Apa ini tidak disebut ketimpangan birokrasi ? Atau ini hal biasa biasa saja.
Mula-mula, kabar terendus kuat, Pemda SBB dan perguruan tinggi akan melakukan teken kerjasama terkait peningkatan jenjang pendidikan, S1, S2 dan S3 yang saat ini belum terealisasi. Berkaca di sejumlah kabupaten lainnya, hal hal ini sudah tereksekusi.
Penjabat dalam beberapa waktu kemarin gecar lakukan kunjungan-kunjungan ke wilayah rawan bencana. Mengunjungi Lokasi banjir. Tapi terkesan hanya pencitraan belaka. Tanda tanda tindak lanjut hanya omon-omon.
Lain sisi, tidak ada signal peningkatan ekonomi di Kabupaten bertajuk Saka Mese Nusa itu.
Bahkan mirisnya, pasar murah yang digelar dalam rangka menekan angka inflasi, disinyalir hanya dinikmati internal pemerintahan alias ASN saja. Ini menurut pengakuan, banyak dijual pada pegawai daripada masyarakat umum.
Belum juga dari segi komunikasi publik pemerintah kabupaten SBB dengan memanfaatkan kompleksnya sistem informasi yang ada.
Dinas Komunikasi dan Informasi seakan lumpuh. Yang ada hanya oknum masyarakat yang mengaku orang dekat, beririsan kepentingan lah yang menjadi bumper informasi kinerja Penjabat Bupati SBB.
Sehingga tak jarang berseliweran di media sosial, status pujian atas kinerja tanpa kerangka sistematis serta etika komunikasi seorang pejabat publik. Akhirnya, pejabat yang lahir dari seorang ASN sudah menyerupai tokoh politisi.
Ini salah siapa?
Penjabat Bupati SBB sedini mungkin, harus menginsyafi posisinya sebelum terlambat. Merenung dan mengingat kembali omon-omon saat pekan pekan awal memimpin SBB. Sehingga tidak berdampak pada hal yang lebih besar.
Jika irisan politik sudah menjadi rahasia umum, maka suda harusnya memperbaiki keadaan sebelum irisan itu dihantam gelombang masyarakat SBB.
Tidak sampai disitu, penjabat Bupati sebisa mungkin menghindari aroma perselingkuhan kepentingan yang nantinya hanya akan membawa mudorat pada sistem pemerintahan yang sementara dipimpin.***