Ambon, Maluku – Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efesiensi anggaran ternyata sangat berdampak luas terhadap berbagai sektor. Mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga berbagai infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat.
Dan yang paling berdampak tentu dirasakan oleh masyarakat di wilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T), termasuk Maluku. Lalu apa yang berdampak? Sudah pasti pembangunan serta kesejahteraan.
Misalnya di Maluku yang wilayah terbesarnya didominasi oleh daerah kepulauan. Di mana, masyarakatnya masih menghadapi berbagai tantangan dalam pembangunan, termasuk minimnya infrastruktur, terbatasnya akses layanan dasar, serta ketimpangan sosial dan ekonomi.
Pemangkasan anggaran oleh Pemerintah Pusat sudah barang tentu berisiko memperparah kondisi tersebut. Menyikapi kondisi itu, mahasiswa di Ambon dengan tegas menolak kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kebutuhan daerah.
Menurut mahasiswa, dampak kebijakan efisiensi anggaran bagi Maluku, pertama dari sisi geografis akan menghambat pembangunan infrastruktur transportasi yang vital untuk konektivitas antar-pulau.
Kemudian meningkatkan biaya logistik, yang berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok, membatasi akses masyarakat terhadap layanan publik akibat keterbatasan infrastruktur.
Sementara dari sisi sosial, akan memperburuk angka kemiskinan akibat pemangkasan bantuan sosial bagi masyarakat miskin, menyebabkan kesenjangan sosial yang semakin tajam antara perkotaan dan daerah terpencil. Kemudian menghambat program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan lokal.
Dari sisi pendidikan, berpotensi mengancam keberlanjutan sekolah-sekolah di daerah 3T akibat terbatasnya anggaran operasional, mengurangi jumlah tenaga pendidik honorer dan insentif bagi guru di wilayah terpencil. Selain itu menghambat akses siswa terhadap beasiswa dan bantuan pendidikan yang sangat dibutuhkan.
Untuk ekonomi, akan melemahkan sektor perikanan dan pertanian, yang menjadi tulang punggung masyarakat Maluku, kemudian menghambat pertumbuhan UMKM akibat keterbatasan program bantuan dan insentif usaha, dan memperbesar kesenjangan ekonomi antar wilayah karena berkurangnya investasi di daerah terpencil.
Dari segi kesehatan, efisiensi anggaran di Maluku akan menurunkan kualitas layanan kesehatan akibat berkurangnya tenaga medis dan obat-obatan, menghambat pembangunan rumah sakit dan puskesmas rujukan di daerah kepulauan, serta membatasi akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan gratis dan BPJS.
Berdasarkan analisis dampak tersebut, mahasiswa dengan tegas menuntut pemerintah untuk pertama mengecualikan Maluku dan daerah 3T dari kebijakan efisiensi anggaran yang berdampak negatif pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Harus menjamin anggaran pendidikan tetap dialokasikan untuk insentif guru, perbaikan sekolah, serta beasiswa bagi mahasiswa dan pelajar Maluku.
Kemudian menjaga anggaran kesehatan agar tidak berkurang dan memastikan layanan kesehatan tetap terjangkau bagi masyarakat miskin. Selanjutnya juga, melindungi dan meningkatkan anggaran sektor ekonomi lokal, termasuk perikanan, pertanian, dan UMKM, guna menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Mahasiswa juga meminta agar pemerintah meningkatkan pembangunan infrastruktur transportasi dan logistik untuk mempercepat konektivitas antar-pulau di Maluku.
Seperti yang ditegaskan oleh Mahasiswa IAIN, bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak boleh diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan kondisi geografis, ekonomi, sosial, dan kesehatan masyarakat di daerah kepulauan seperti Maluku.
“Kami mendesak pemerintah pusat untuk meninjau ulang kebijakan ini dan memastikan bahwa pembangunan yang berkeadilan tetap menjadi prioritas utama bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk masyarakat di wilayah 3T. Kami akan terus mengawal kebijakan ini dan mengajak seluruh elemen masyarakat, akademisi, serta pemerintah daerah untuk bersama-sama memperjuangkan keadilan anggaran bagi Maluku,” tegas salah satu orator dalam aksi demonstran di depan Kantor DPRD Maluku, Kamis (20/2/2025)
Selain mahasiswa IAIN, aksi demo juga dilakukan mahasiswa Universitas Darussalam Ambon dan Universitas Pattimura di perempatan Pos Kota. Dalam orasinya, para mahasiswa juga menolak efisiensi anggaran.
“Maluku sangat membutuhkan pendidikan gratis dan kesehatan gratis,” teriak mahasiswa. (**)