Ambon, Maluku – Ketua Koperasi Waetemun Mandiri sekaligus pemilik ulayat marga Nurlatu, Jafar Nurlatu, melancarkan protes keras terhadap penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) oleh Dinas ESDM Maluku kepada 10 koperasi di Gunung Botak. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap hukum, prosedur, dan hak masyarakat adat.
Jafar menuding Kadis ESDM telah memperkeruh situasi dengan menyebarkan informasi yang tidak akurat ke publik.
Ia menegaskan, tidak satu pun dari 10 koperasi yang menerima IPR berasal dari daftar usulan resmi Pemerintah Kabupaten Buru. Padahal, Pemkab Buru sudah mengajukan 10 koperasi dengan dokumen lengkap, termasuk UKL-UPL, yang siap diproses sesuai mekanisme pertambangan.
“Pemkab Buru sudah jalankan proses sesuai aturan. Kami serahkan dokumen resmi, lengkap, dan valid. Tapi justru mereka abaikan. Lalu tiba-tiba muncul koperasi lain yang tidak pernah ikut proses, langsung mendapat IPR. Ini manipulasi,” tegas Jafar saat diwawancarai Rabu (30/04/2025).
Ia mengungkapkan bahwa koperasi penerima IPR menggunakan dokumen milik koperasi yang sah secara ilegal. Dalam berkas UKL-UPL milik koperasinya, tercantum blok peta lahan yang sekarang dipakai oleh koperasi penerima IPR.
“Mereka pakai peta kami, data kami, dan lahan kami, tanpa izin. Ini pencurian dokumen legal,” ujarnya.
Jafar menantang wartawan dan publik untuk memverifikasi langsung ke Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM.
Ia menyatakan dirinya terlibat langsung dalam proses sejak awal, sehingga ia mengetahui secara detail jalur prosedural yang benar.
Ia juga memperingatkan Gubernur Maluku agar tidak gegabah dalam menyikapi IPR bermasalah ini.
“Kalau izinnya cacat, jangan paksa lanjut. Jangan seret diri dalam konflik yang bisa meledak jadi masalah sosial dan hukum. Gubernur harus ambil sikap objektif, bukan ikut-ikutan dorong proses ilegal,” ujarnya tegas.
Jafar juga membeberkan bahwa proses wajib seperti sidang UKL-UPL, sosialisasi dengan masyarakat adat, hingga penyerahan resmi lahan tidak pernah dilakukan.
“Tidak ada satu pun tahapan dilaksanakan. Mereka lewati semua prosedur. Lalu sekarang mereka mau patok lahan? Itu tindakan provokatif,” katanya.
Ia menyatakan siap menggugat ke pengadilan. “Kami tidak akan diam. Kami tahu semua jalur legal. Kami punya dokumen, kami punya bukti, kami punya tanah. Jika pemerintah tetap memaksakan pelaksanaan di atas pelanggaran, kami akan buka semuanya di pengadilan,” tegasnya.
Jafar juga membantah pernyataan Kadis ESDM terkait penggabungan koperasi. Menurutnya, penggabungan itu hanya sebatas niat sepihak tanpa akta notaris dan belum melalui proses legal yang sah.
“Tidak ada penggabungan riel. Ini hanya akal-akalan. Mereka pakai nama koperasi siluman, lalu klaim penggabungan. Itu kebohongan yang akan meledak jadi konflik antar koperasi,” katanya.
Ia mendesak gubernur agar tidak menerima laporan sepihak. “Pak Gubernur harus dengar langsung dari kami. Kami anak adat. Kami tidak pernah tolak investasi, tapi kami tolak praktik ilegal. Jangan mulai pembangunan dari pelanggaran hukum dan pelanggaran adat,” ujarnya.
Jafar menegaskan bahwa dirinya dan para pemilik ulayat akan melawan setiap upaya penyerobotan hak atas tanah adat. Ia menyatakan sikap tegas: koperasi ilegal harus keluar dari Gunung Botak.
“Kami tidak akan izinkan satu langkah pun di tanah ini tanpa hak. Kalau mereka tetap nekat, kami lawan secara hukum dan adat. Jangan main-main dengan tanah warisan leluhur kami,” tutup Jafar.***