Masohi, Maluku– Setelah melalui proses mediasi antara Negeri Yaputih dan Piliana yang diinisiasi Hanafi Syarif selaku Kepala Kecamatan Tehoru pada tanggal 20 Agustus 2024 di Kantor Kecamatan Tehoru, pertemuan tersebut pada akhirnya menuai hasil memuaskan untuk ke dua belah pihak.
Dalam pertemuan tersebut Kepala Kecamatan Tehoru Hanafi Syarif meminta kepada kedua belah pihak untuk tetap mengontrol emosi dan amarah, sehingga pertemuan ini dapat melahirkan solusi yang baik untuk ke dua Negeri yang sedang bersengketa persolan tapal batas.
“Tujuan dari pertemuan ini adalah sama-sama kita mencari solusi dari permasalahan yang sedang kita hadapi, untuk itu saya meminta dari dua belah pihak agar dapat mengontrol emosi selama menjalankan proses mediasi ini, agar pertemuan ini dapat melahirkan solusi terbaik bagi dua Negeri, ” ungkapnya.
Dikatakan setelah mempelajari bukti yang diberikan Soe Hatapayo Cs, ditemukan fakta bahwa batas wilayah antara Negeri Yaputih dan Piliana telah diatur pada tahun 1996, melalui musyawarah bersama yang didalamnya berisi kesepakatan mengenai batas antara ke dua Negeri berpatokan pada batas alam yakni sungai/kali Yahe.
“Artinya apa, kesepakatan ini telah ada sebagai acuan, tinggal bagaimana ke dua belah pihak, menjalankan poin-poin yang menjadi ketentuan dalam isi surat ini,” jelas Syarif.
Harus Tunduk Pada Kesepakatan 1996
Sementara itu Soe Hatapayo menyampaikan bahwa Surat Kesepakatan yang dibuat dan ditanda tangani oleh Raja Negeri Yaputih dan Piliana, Tua Tua Adat, Lembaga Saniri, Tokoh Masyarakat dan Kepala Kecamatan Tehoru pada tahun 1996 adalah sah dan berkekuatan hukum, tugas dari kedua belah pihak adalah sikap kepatuhan dan ketaatan pada segala hal yang telah disepakati dalam surat tersebut.
Hal ini senada dengan norma dasar hukum yakni asas Pacta Sunt Servanda yang merupakan implementasi dari pasal 1338 KUH Perdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
“Tunduk pada Surat Perjanjian 1996 bukan hanya kewajiban hukum bagi dua belah pihak, namun yang lebih tinggi dari itu adalah kewajiban moral untuk menjaga tatanan hidup bersama dalam bingakai orang sudara,” Tegas Hatapayo.
Hemat kami, Surat Kesepakatan 1996 memiliki kekuatan hukum yang mengikat karena telah memenuhi syarat formil dan syarat materil dalam KUH Perdata. Jadi sebagai generasi muda dan masyarakat yang menjunjung tinggi hukum, tugas kami hanya menjaga apa yang telah disepakati oleh para pendahulu.
“Syarat formilnya jelas, Perjanjian itu berbentuk tertulis, dibuat oleh dua belah pihak, ditandatangani oleh para pihak, mencantumkan tanggal dan tempat penandatanganan.” Jelas Hatapayo.
Sedangkan syarat materilnya adalah, poin-poin kesepakatan yang tercantum berisi persetujuan tentang perbuatan atau hukum yang sengaja dibuat sebagai alat bukti. Jadi selama akta atau perjanjian tersebut memenuhi syarat sah perjanjian, maka tetap sah dan mengikat para pihak.
Surat Kesepakatan 1996 telah memenuhi semua unsur formil maupun materil, olehnya itu segala aktivitas yang dilakukan masyarakat Negeri Yaputih di kawasan Yaikaulu Damar dan sekitarnya adalah sah atas nama hukum, karena masih dalam petuanan adat Negeri Yaputih. Sementara gerakan penghadangan oleh masyarakat Piliana di lahan tersebut adalah perbuatan murni melawan hukum.
“Dalam hal ini kami hanya mempertahankan hak sebagai bagian dari masyarakat Adat Negeri Yaputih, hukumnya wajib. Untuk itu kami mengingatkan masyarakat Piliana jangan lagi ada gerakan-gerakan yang nantinya dapat menimbulkan konflik, mari saling menghargai dan menghormati,” Pinta Hatapayo.
Untuk diketahui, hadir dalam agenda tersebut: Kepala Pemerintahan Negeri Yaputih dan Piliana, Lembaga Saniri Yaputih dan Piliana Tua Adat dan Unsur Pemuda Negeri Yaputih dan Piliana, Kepala Kecamatan Tehoru, Kapolsek Tehoru, Danramil Tehoru dan Ketua Latupati Kecamatan Tehoru Bernard Lilihata.***