Masohi, Maluku– Di tengah kebutuhan mendesak akan infrastruktur yang berkualitas, proyek pembangunan bak penampung air bersih di Negeri Yaputih, Kecamatan Tehoru, justru menimbulkan pertanyaan besar.
Praktisi hukum Soetrisno Hatapayo mendesak Inspektorat Daerah Maluku Tengah untuk segera melakukan audit mendalam terhadap penggunaan Dana Desa (DD) Tahun 2024, setelah ditemukan indikasi kuat adanya mark-up anggaran serta kegagalan proyek yang merugikan masyarakat.
Berdasarkan investigasi di lapangan, terjadi perbedaan mencolok antara nilai anggaran yang tertulis di papan proyek dan dokumen resmi pemerintah.
Data mencatat bahwa anggaran yang diumumkan secara publik adalah Rp. 159.735.375, namun dokumen resmi yang telah ditandatangani pejabat terkait menunjukkan angka yang jauh lebih besar, yakni Rp. 194.202.375. Selisih sebesar Rp. 34.467.000 ini menjadi tanda tanya besar terkait transparansi anggaran.
Hatapayo menegaskan bahwa dugaan penggelembungan anggaran ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengorbankan hak masyarakat atas air bersih yang layak.
“Fasilitas ini seharusnya menjadi solusi bagi kebutuhan air masyarakat. Namun ironisnya, meski menghabiskan dana ratusan juta, bak penampung air ini justru tidak berfungsi sama sekali,” ungkap Hatapayo.
Air Tak Mengalir, Uang Menguap
Kekecewaan masyarakat Negeri Yaputih semakin memuncak setelah mengetahui bahwa proyek yang menelan biaya besar ini tidak dapat mengalirkan air ke pemukiman warga. Selama satu pekan terakhir, masyarakat harus menghadapi krisis air bersih karena kegagalan proyek ini.
Lebih jauh, Hatapayo mengungkap fakta lain yang semakin memperkuat dugaan pemborosan anggaran. Ternyata, sebuah bak penampung air yang telah dibangun sejak 2016 masih berfungsi dengan baik, sehingga pembangunan bak baru ini dipertanyakan relevansinya.
“Jika bak lama masih berfungsi dengan baik, mengapa pemerintah negeri membangun yang baru? Ini menunjukkan ada indikasi proyek yang tidak berdasarkan kebutuhan riil masyarakat, tetapi lebih kepada kepentingan tertentu,” kritiknya.
Audit dan Sanksi Hukum: Menanti Ketegasan Aparat
Mengingat adanya indikasi penyalahgunaan anggaran, Hatapayo meminta Inspektorat Daerah Maluku Tengah segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa Tahun 2024, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Jika terbukti ada mark-up atau kegagalan proyek yang disengaja, maka pihak yang bertanggung jawab dapat dijerat dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pengawasan Keuangan Negara yang mewajibkan pertanggungjawaban penggunaan dana negara.
“Apabila terbukti ada pelanggaran hukum, pihak terkait harus diseret ke ranah pidana. Tidak boleh ada toleransi bagi praktik yang merugikan rakyat,” tegas Hatapayo.
Selain mendesak audit, Hatapayo mengonfirmasi bahwa dalam waktu dekat ia akan melayangkan laporan resmi ke Polres dan Kejaksaan Tinggi Maluku Tengah untuk mengusut dugaan penyalahgunaan anggaran ini lebih lanjut.
Masyarakat Menuntut Transparansi
Masyarakat Negeri Yaputih kini berharap agar kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara harus ditegakkan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Hatapayo menutup pernyataannya dengan pesan tegas: “Setiap rupiah dari dana desa harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan memperkaya segelintir orang. Pemerintah harus bertindak tegas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.”
Kini, publik menanti respons dari Inspektorat Maluku Tengah dan aparat penegak hukum. Akankah kasus ini menjadi pelajaran bagi pengelolaan dana desa yang lebih transparan, atau justru menguap tanpa kejelasan? Waktu yang akan menjawab.***