- Jalan Lintas Huamual di Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, telah puluhan tahun rusak parah, menghambat distribusi hasil pertanian dan perikanan. Pemerintah berjanji mengalokasikan Rp80 miliar dari DAK Fisik 2025 untuk perbaikannya, namun kebijakan pemotongan anggaran demi ketahanan pangan nasional mengancam realisasi proyek ini.
- Padahal, infrastruktur jalan yang baik justru mendukung ketahanan pangan dengan mempercepat distribusi hasil bumi, meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, serta membuka akses pasar lebih luas.
Oleh : Muhammad Fahrul Kaisuku | Direktur Rumah Inspirasi dan Literasi
Piru, Maluku– Selama puluhan tahun, masyarakat Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, harus berjuang melewati Jalan Lintas yang rusak parah. Harapan sempat muncul ketika pemerintah dibawah kepemimpinan Dr. Achmad Jais Ely berjanji mengalokasikan miliaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik tahun 2025 Pemerintah Pusat (Pempus) untuk perbaikan jalan tersebut.
Bukan saja Huamual, melainkan beberapa ruas jalan lainnya di kabupaten bertajuk Saka Mese Nusa seperti di kawasan Pengunungan Taniwel.
Namun, kebijakan pemerintah pusat yang memotong anggaran infrastruktur demi program ketahanan pangan nasional kini mengancam realisasi harapan masyarakat tersebut.
Keputusan ini memunculkan pertanyaan besar: Mengapa pembangunan jalan yang menjadi urat nadi ekonomi dan pangan masyarakat justru dikorbankan? Bukankah infrastruktur jalan yang baik juga merupakan bagian dari ketahanan pangan itu sendiri?
Jalan Rusak = Ancaman bagi Ketahanan Pangan
Pemerintah pusat saat ini tengah fokus pada peningkatan ketahanan pangan nasional dengan mengalihkan anggaran dari berbagai sektor, termasuk infrastruktur, untuk pengembangan pertanian, perikanan, dan subsidi pangan. Langkah ini tentu memiliki tujuan mulia, tetapi apakah kebijakan ini benar-benar tepat jika justru mengorbankan jalan penghubung utama bagi masyarakat penghasil pangan?
Huamual adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam, terutama rempah-rempah seperti cengkeh dan pala, serta hasil laut yang melimpah. Namun, potensi besar ini terhambat oleh buruknya infrastruktur jalan.
Para petani dan nelayan kesulitan mendistribusikan hasil panen ke pasar yang lebih besar karena biaya transportasi yang tinggi dan waktu tempuh yang sangat lama akibat kondisi jalan yang rusak.
Tanpa jalan yang layak, rantai distribusi pangan terganggu. Petani kehilangan peluang pasar, harga bahan pangan menjadi tidak stabil, dan suplai ke daerah lain pun terhambat. Jika ketahanan pangan nasional adalah prioritas, maka membangun infrastruktur jalan seperti di Huamual seharusnya menjadi bagian dari solusi, bukan malah dipinggirkan.
Ketahanan Pangan dan Infrastruktur Harus Sejalan
Ketahanan pangan tidak hanya soal produksi dan subsidi, tetapi juga memastikan hasil pangan dapat diakses oleh masyarakat luas. Infrastruktur jalan yang baik akan:
- Mempercepat distribusi hasil pertanian dan perikanan, mengurangi risiko pembusukan, dan menekan biaya logistik.
- Membantu petani dan nelayan meningkatkan pendapatan, sehingga mereka lebih berdaya dan dapat meningkatkan produksi.
- Membuka akses pasar yang lebih luas, baik ke dalam negeri maupun untuk ekspor, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan ekonomi dan pangan daerah.
- Mendorong investasi di sektor pertanian dan perikanan, karena infrastruktur yang baik akan menarik lebih banyak pelaku usaha dan industri pengolahan.
Jika pemerintah benar-benar ingin membangun ketahanan pangan yang kokoh, maka mereka harus melihatnya secara menyeluruh. Pemotongan anggaran DAK Fisik untuk perbaikan jalan di Huamual bukan hanya bentuk ketidakadilan bagi masyarakat setempat, tetapi juga keputusan yang kontraproduktif terhadap misi ketahanan pangan itu sendiri.
Saatnya Bertindak, Bukan Hanya Berjanji
Jalan Lintas Huamual sudah terlalu lama terabaikan. Jika pemotongan anggaran terus dilakukan, bukan hanya pembangunan yang tertunda, tetapi juga semakin jauhnya harapan masyarakat untuk bisa hidup lebih sejahtera.
Masyarakat Huamual tidak meminta sesuatu yang mewah, mereka hanya ingin hak dasar mereka dipenuhi: akses jalan yang layak untuk mendukung kehidupan dan mata pencaharian mereka.
Sudah saatnya pemerintah mendengar suara mereka—bahwa pembangunan infrastruktur dan ketahanan pangan bukanlah dua hal yang harus dikorbankan satu sama lain, melainkan dua pilar yang harus berjalan bersama.
Jika Huamual terus dikesampingkan, maka kita tidak hanya menghambat pertumbuhan daerah ini, tetapi juga melemahkan ketahanan pangan yang kita cita-citakan bersama. Infrastruktur adalah fondasi kemajuan—dan sudah saatnya Jalan Lintas Huamual menjadi prioritas, bukan korban kebijakan.***