Ambon, Maluku – Sebagai daerah yang memiliki karakteristik budaya, pranata adat istiadat, serta kearifan lokal yang kuat, desa-desa atau negeri di Provinsi Maluku semestinya harus diikat dengan sebuah kedudukan hukum yang kuat pula.
Hampir sebagian besar desa atau negeri adat di Maluku, hingga kini belum memiliki peraturan negeri (Perneg). Fakta ini ditemukan Senator DPD RI asal Maluku, Bisri As Shiddiq Latuconsina dalam agenda reses di Maluku.
Bahkan paling fatal adalah, sebagian kabupaten di Maluku belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang tugasnya mengatur pemerintahan negeri atau pemerintahan adat. Padahal normatifnya, Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014, negara telah mengakui keberadaan dan sistem pemerintahan adat Indonesia.
Latuconsina mengatakan, setelah melakukan rute ke beberapa daerah di Maluku dalam agenda reses, ditemukan banyak desa-desa adat yang belum memiliki Perneg. Karena itu dia berinisiatif untuk membentuk panitia kerja (Panja) guna menyikapi fakta lapangan tersebut.
“Turunannya harus ada Perda adat, kemudian Perneg di masing-masing negeri. Tapi baik Perda maupun Perneg, tidak banyak desa yang punya,” kata Latuconsina saat agenda rese di Ambon, Selasa (24/3/2025).
Jadi, kata Latuconsina, Panja yang dibentuk itu akan bertugas menghimpun dan menganalisis problem-problem ditingkat desa/negeri di Maluku. Selain itu membantu pemerintah negeri dalam menyusun perneg tentang pemerintahan adat.
Ini bertujuan agar ke depan setiap desa yang statusnya desa adat, memiliki payung hukum yang mengikat sistem pemerintahan adat dan masyarakatnya.
“Panja ini akan melibatkan para akademisi, dari berbagai disiplin ilmu. Tugasnya nanti membantu dan mengupayakan lahirnya peraturan negeri yang mengatur tentang desa adat dan sistem pemerintahan adat itu sendiri,” urainya.
Gagasan untuk membentuk Panja ini lahir setelah sepekan menyerap aspirasi dari berbagai stakeholder terkait di Maluku. Nah, poinnya adalah implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan rencana revisi UU Desa.
Dia mengatakan, dalam pertemuan dengan para akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Maluku, mereka menilai kapasitas aparatur desa di Maluku masih jauh dari harapan, apalagi berkaitan dengan pengelolaan adminitrasi pemerintahan masing-masing.
Sehingga perlu ada pelatihan guna meningkatkan kemampuan, dan kecakapan aparatur pemerintahan desa. Selain itu, Undang-undang desa memang perlu direvisi dalam rangka meninjau ulang masa jabatan yang di perpanjang.
“Revisi ini juga berkaitan dengan kejelasan tentang status negeri adat, yang mana dalam UU Desa, ada pengakuan tapi hak desa adat tidak diberikan dalam Undang-undang tersebut,” pungkasnya.