Ambon, Maluku– Praktik pengadaan proyek di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku kembali menjadi sorotan tajam. Nama Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Maluku, Sadali Ie, dan kontraktor Mansur Banda mencuat ke permukaan setelah muncul dugaan pola pemberian proyek secara berulang kepada perusahaan-perusahaan tertentu yang diduga terafiliasi dengan Mansur Banda.
Perusahaan seperti CV Karya Putra Perkasa, CV Dedi Karya Teknik, dan CV Fazabay tercatat berulang kali memenangkan tender atau langsung ditunjuk untuk mengerjakan proyek-proyek strategis Pemprov Maluku.
Pola ini menimbulkan kecurigaan publik, khususnya karena proses pengadaan dinilai tidak transparan dan diduga sarat intervensi pihak-pihak tertentu demi kepentingan pribadi atau kelompok.
Menurut sejumlah sumber, proyek-proyek tersebut diduga diberikan tanpa melalui proses lelang yang terbuka, atau dengan mekanisme yang direkayasa agar perusahaan-perusahaan tertentu menang.
Dalam praktiknya, pola ini dicurigai disertai gratifikasi, berupa pemberian uang, fasilitas, atau keuntungan lainnya kepada oknum pejabat, termasuk kepada mantan Pj Gubernur Maluku itu.
Salah satu contoh yang menonjol adalah proyek rehabilitasi Gedung SMA Negeri 1 Ambon tahun 2022, yang dikerjakan oleh perusahaan milik Mansur Banda. Laporan BPK tahun 2023 menyebutkan adanya kerugian negara sebesar Rp400 juta, namun hingga kini pengembalian ke kas negara baru mencapai Rp50 juta.
Fakta ini memperkuat dugaan bahwa proyek-proyek yang bermasalah justru terus dikerjakan oleh pihak yang sama, tanpa sanksi atau evaluasi tegas dari pemerintah daerah.
Aktivis antikorupsi yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa pemberian proyek secara berulang kepada rekanan tertentu tanpa dasar objektif adalah salah satu pola paling umum dalam praktik gratifikasi.
“Ini bukan sekadar soal prosedur tender. Ketika satu nama kontraktor terus muncul dalam proyek-proyek bernilai besar, sementara kinerjanya buruk, maka kita bicara tentang potensi gratifikasi yang terstruktur. Ini harus diselidiki secara mendalam,” ujarnya di Ambon.
Aparat penegak hukum—baik dari Polda Maluku maupun Kejaksaan Tinggi Maluku diminta untuk segera memeriksa dugaan gratifikasi yang melibatkan Sadali Ie dan Mansur Banda.
Selain itu, publik menuntut agar Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku mengevaluasi peran Sadali Ie dalam birokrasi, mengingat posisinya yang strategis dan potensial menyalahgunakan wewenang.
“Sadali bukan hanya pejabat administratif. Ia memegang kendali besar dalam proses anggaran dan perencanaan proyek. Jika terbukti terlibat dalam praktik menyimpang, keberadaannya justru menjadi bagian dari benang kusut pemerintahan yang harus segera diputus,” beber sumber.
Dikatakan, pada dasarnya publik menuntut agar tidak ada ruang kompromi terhadap integritas birokrasi di Maluku, terutama dalam penanganan dugaan gratifikasi yang terus mencuat.***