Ambon, Maluku– Sejak resmi dilantik sebagai Anggota DPRD Maluku Tengah pada 24 September 2024 lalu, nama Rusbandi Silwane kian menjadi sorotan warga di Daerah Pemilihan (Dapil) III yang meliputi Kecamatan Tehoru, Telutih, dan Banda. Pasalnya, hingga saat ini, politisi Partai Golkar itu dinilai belum menunjukkan satu pun langkah konkret dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat.
Kritik mulai bermunculan dari berbagai kalangan masyarakat yang mempertanyakan keberadaan dan kinerja Rusbandi di parlemen. Meski hadir secara fisik dalam beberapa agenda resmi, Rusbandi dinilai absen secara moral dan politik.
“Kami tidak pernah mendengar suaranya dalam sidang, bahkan dalam kasus mencuat seperti konflik antara PT. Waragonda dan warga Negeri Haya, dia tidak bersikap apa pun. Padahal, inilah momentum dia membela rakyat,” ujar salah satu Mahasiswa asal Kecamatan Tehoru Radit Tehuayo.
Sebagaimana diketahui, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) anggota DPRD mencakup legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Dalam konteks itu, seorang legislator dituntut aktif, vokal, dan responsif terhadap persoalan masyarakat. Namun, di mata publik Dapil III, Rusbandi justru seolah memilih jalur aman: diam dan menghindari risiko.
Padahal, wilayah Dapil III tidak kekurangan masalah. Persoalan pendidikan, krisis air bersih, kerusakan infrastruktur dasar, pelayanan kesehatan yang minim, hingga konflik sosial masih menjadi tantangan besar. Masyarakat pun mendambakan sosok wakil rakyat yang berani bersuara dan mampu menekan pemerintah serta korporasi bila perlu.
Yang mengherankan, di tengah sorotan terhadap minimnya kinerja, Rusbandi justru disebut-sebut tengah mempersiapkan diri untuk mencalonkan diri sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Maluku Tengah. Ambisi tersebut dinilai tidak sejalan dengan kinerja yang selama ini ditunjukkannya.
“Kalau menjalankan tugas di DPRD saja tidak maksimal, bagaimana mungkin dia mau memimpin partai besar seperti Golkar di Maluku Tengah?” kritiknya.
Sejumlah pihak kini mendorong Partai Golkar melakukan evaluasi terhadap kadernya. Mereka menilai kepemimpinan partai harus diisi oleh figur yang memiliki kapasitas, integritas, dan rekam jejak pengabdian yang jelas kepada rakyat.
Warga Dapil III kini menanti tidak hanya klarifikasi dari Rusbandi Silwane, tetapi juga tindakan nyata. Bagi mereka, pemilu bukanlah panggung seremonial semata, melainkan kontrak sosial yang harus ditepati. Jika Rusbandi gagal menjawab kepercayaan itu, maka ia akan tercatat sebagai wakil rakyat yang hilang di antara suara-suara yang menuntut perubahan.