Ambon, Maluku – Dalam kehidupan bermasyarakat, konflik sosial merupakan sebuah fenomena yang tak bisa terhindarkan. Konflik muda terjadi di kalangan masyarakat, lantaran bersumber dari adanya perbedaan diantara individu maupun kelompok masyarakat, baik perbedaan pendapat, penampilan RAS, idiologi, budaya, juga lainnya.
Akhir-akhir ini, di Ambon dan Maluku umumnya, konflik kerap terjadi. Bahkan kondisi yang meresahkan tersebut, tak saja terlihat dalam lingkungan masyarakat, tetapi juga di wilayah perguruan tinggi.
Sejauh ini akar konflik tak lantas dipengaruhi oleh minuman keras saja, namun terdapat hal lain seperti perbedaan pendapat, kepentingan, kebudayaan, dan juga perubahan sosial.
Menyikapi problem sosial tersebut, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Dr. Abidin Wakano, mengatakan, sebagai pribadi yang selama ini telah mewakafkan diri dalam misi perdamaian kemanusiaan, ia ingin membangun kampus yang harmonis, egaliter dan penuh semangat hidup orang basudara (bersaudara).
Kepada trendinmaluku.com, Jumat (14/2/2025), Abidin menegaskan, spirit tersebut akan terus digaunkan dan dipertaruhkan, apalagi saat ini dirinya memiliki jabatan sebagai orang nomor satu di IAIN Ambon.
“Selama ini saya sudah mewakafkan diri dalam membumikan pesan-pesan perdamaian untuk kemanusiaan. Karena itu, spirit tersebut akan terus saya pertaruhkan. Apalagi saat ini saya adalah Rektor IAIN Ambon,” tegas Abidin.
Dia mengatakan, akan tetap mempertahankan visi multikultural, dan IAIN Ambon harus menjadi salah satu kampus penggerak untuk Maluku yang damai, harmonis dan adil. Nah, untuk menciptakan masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan, serta menghargai pluralisme, Abidin mengaku, akan memprogramkan berbagai hal positif di IAIN Ambon.
“Dalam program kedepannya, saya akan bangun sebuah iklim kampus yang berkeadilan dengan menjunjung semangat orang basudara. Kemudian mengajak mahasiswa, serta semua civitas akademik agar saling menghargai perbedaan diantara sesamanya,” ujar Abidin.
Jadi di civitas akademika, lanjut dia, setiap orang harus belajar untuk saling menghargai, menghormati, membanggakan, dan saling mencintai.
“Saya ingin kita di IAIN Ambon membangun semangat pro eksistensi,” kata Abidin, yang juga Direktur Ambon Reconciliation and Mediation (ARMC).
Atas dasar itu pula, ia akan menyampaikan kepada seluruh dosen agar tidak saja mentransfer ilmu pengetahuan (knowledge), tatapi lebih dari itu harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada para mahasiswa yang mengenyang pendidikan di IAIN Ambon.
“Dan hal itu harus dimulai dari ungsur pimpinan. Artinya para pimpinanlah yang harus memberikan contoh kepada mahasiswanya,” ujar dia.
Misalnya dengan menyebar senyum, salam, kemudian tidak harus marah-marah. Artinya apa?, ketika berinteraksi dengan mahasiswa yang membuat kesalahan, jangan dengan cara bentak-bentak, tetapi disapa dengan baik, dirangkul penuh kasih sayang, edukatif, humanis dan lain-lain.
Sisi lain, mahasiswa juga harus diberi wadah untuk berekspresi, atau mengaktualisasikan diri. Mungkin melalui Kementerian Agama, harus menyiapkan waktu luang, di mana waktu tersebut harus diisi oleh mahasiswa dengan membaca puisi, berolahraga, bernyanyi, diskusi serta berbagai ihwal yang berdampak positif terhadap kehidupan kampus.
Karena itu juga, sebagai Rektor dirinya akan mencanangkan IAIN Ambon sebagai wisata olahraga, wisata seni, wisata kuliner, serta wisata alam. Di mana setiap Sabtu dan Minggu nanti, IAIN Ambon akan terbuka kepada semua masyarakat Maluku.
Jadi orang-orang tidak saja harus berwisata olahraga ke tempat-tempat biasanya, semisal Jembatan Merah Putih maupun tempat terfavorit lainnya. Tapi sarana dan prasaran itu juga ada di IAIN Ambon, yang merupakan kampus hijau.
Hal ini penting dilakukan, karena memang kadar udara atau oksigen di IAIN Ambon ini sangat sejuk, sehingga bisa menjadi nilai tawar dan memprovokasi masyarakat untuk datang berolahraga dan berwisata.
“Jadi pagi hari, mungkin mahasiswa bisa ekspresi dengan membaca puisi, berkuliner, musikalisasi puisi, atau mau naik ke gunung. Jadi katong (kita) ingin menata ini seperti di UGM dan kampus-kampus lain. Nah, ini juga merupakan bagian untuk menciptakan harmonisasi, yang bukan hanya di lingkungan kampus, tetapi untuk khalayak di luar institusi ini,” katanya.
Menurutnya, sebagai manusia yang berkeadilan, sudah selayaknya memperlakukan sesama manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya. (**)