Namlea, Maluku– Polemik aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Buru, kembali menjadi sorotan. Dugaan keterlibatan oknum penegak hukum dalam aktivitas ilegal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Kabupaten Buru.
Wakil Ketua GP Ansor Kabupaten Buru, Salamat Renwarin, dalam keterangannya kepada awak media pada Jumat (14/2) dini hari, menegaskan bahwa tambang emas ilegal memang kerap menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat. Namun, ia mengingatkan bahwa aktivitas tersebut tetap melanggar hukum dan berpotensi menimbulkan dampak negatif, baik secara lingkungan maupun sosial.
“Ada hal yang sangat saya khawatirkan terkait aktivitas penambang ilegal. Ini bukan tempat yang legal, sehingga mereka tidak bisa bebas bekerja sesuka hati,” ujar Salamat.
Lebih lanjut, ia menyoroti berkembangnya opini publik di media sosial terkait penangkapan penambang serta dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum. Menurutnya, hal ini perlu disikapi serius agar netralitas dan independensi Polri tetap terjaga.
“Kita ingin nama baik Polri tetap bersinar di mata masyarakat. Oleh karena itu, oknum anggota yang diduga terlibat dalam tambang ilegal harus ditindak tegas sebagai pembelajaran bagi yang lain,” tegasnya.
GP Ansor Kabupaten Buru juga meminta Kapolda Maluku untuk segera memeriksa dua oknum polisi yang tengah ramai diperbincangkan, yakni Bripka RF dari Polres Buru dan Aipda ET dari Polda Maluku. Kedua anggota tersebut diduga terlibat dalam aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Buru.
“Kami mendukung langkah penegakan hukum terhadap para penambang ilegal. Namun, jangan hanya masyarakat kecil yang ditindak, sementara ada dugaan keterlibatan oknum aparat yang dibiarkan. Ini demi keadilan dan citra baik institusi kepolisian,” pungkas Salamat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Polda Maluku maupun Polres Buru terkait permintaan GP Ansor tersebut.***