- Di persimpangan kepemimpinan, nasib Sekda Maluku menjadi bisik lirih di lorong-lorong birokrasi. Antara kesinambungan dan perubahan, akankah Sadali Lee tetap mengawal roda pemerintahan, atau sejarah akan menuliskan babak baru?
Oleh: Muhammat Fahrul Kaisuku, Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku.
Ambon, Maluku– Pelantikan Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath pada 20 Februari 2025 kemarin memunculkan spekulasi terkait nasib Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku ke depan. Desas-desus berkembang bahwa perubahan kepemimpinan ini bisa berdampak pada posisi strategis Sekda dalam pemerintahan daerah, baik dari segi kebijakan, birokrasi, maupun stabilitas politik lokal.
Sekretaris Daerah Provinsi Maluku saat ini dijabat oleh Sadali Lee, yang dilantik pada 19 Desember 2022 oleh Gubernur saat itu, Murad Ismail.
Sebelumnya, Sadali Lee diketahui menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku. Pengalamannya di birokrasi menjadi salah satu faktor yang memperkuat posisinya di pemerintahan daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Sekda memiliki peran vital dalam membantu kepala daerah dalam penyusunan kebijakan dan pengoordinasian administrasi pemerintahan.
Sementara itu, dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 (jo. PP Nomor 17 Tahun 2020), disebutkan bahwa seorang Gubernur baru tidak serta-merta bisa mengganti Sekda tanpa melalui prosedur yang telah ditetapkan, termasuk evaluasi kinerja dan persetujuan dari Presiden.
Dari perspektif politik, perubahan Sekda sering kali dikaitkan dengan pergantian pemerintahan sebagai upaya harmonisasi antara kepala daerah baru dengan perangkat birokrasi. Namun, dari sisi hukum dan administrasi, pergantian Sekda bukan keputusan yang dapat diambil secara sepihak tanpa pertimbangan regulasi yang berlaku.
Di sisi lain, kalangan pengamat menilai bahwa posisi Sekda saat ini masih memiliki legitimasi untuk tetap menjalankan tugasnya hingga ada keputusan resmi terkait evaluasi atau pergantian.
Jika Gubernur baru menginginkan perubahan, mekanisme hukum harus ditempuh agar tidak menimbulkan instabilitas birokrasi.
Selain itu, aspek pelayanan publik juga menjadi perhatian. Sekda berperan dalam memastikan roda pemerintahan berjalan lancar, terutama dalam implementasi program-program prioritas daerah. Jika terjadi pergantian, transisi harus dikelola dengan baik agar tidak berdampak negatif pada kinerja pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam transisi pemerintahan ini, tantangan utama bagi Sekda adalah memastikan keberlanjutan birokrasi tetap berjalan dengan baik tanpa terganggu dinamika politik. Netralitas ASN menjadi kunci dalam mendukung pemerintahan yang efektif dan stabil.
Apakah Gubernur Hendrik Lewerissa akan mempertahankan Sekda saat ini atau memilih figur baru untuk mendukung visinya? Publik Maluku tentu menantikan perkembangan lebih lanjut terkait arah kebijakan yang akan diambil dalam waktu dekat.***