Ambon, Maluku – Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku menggelar Dialog Publik bertajuk “Intelejen Lumpuh – Ekonomi Tersendat: Fenomena Konflik Komunal di Awal Pemerintahan Maluku” yang dirangkaikan dengan deklarasi Rembuk Rasa Orang Saudara, Sabtu (19/04/2025) di Media Kafe Ambon, Graha Ambon Ekspres.
Dialog ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas sektor seperti Kepala BIN Daerah Maluku, Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau Lease, akademisi FISIP Universitas Pattimura Poli Kortelu, serta Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Pertahanan dan Keamanan Nasional periode 2018–2023, Sam Yasir Alkatiri.
Diskusi difokuskan pada dua isu krusial: keamanan dan ekonomi, yang dianggap saling berkaitan dan saling memengaruhi secara langsung.
Dalam pandangannya, mantan ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Sam Yasir Alkatiri menekankan bahwa stabilitas keamanan bukan hanya sebuah kebutuhan dasar, tetapi merupakan prasyarat utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Ia menegaskan bahwa tanpa jaminan rasa aman, maka aktivitas perekonomian akan berjalan pincang, bahkan terhenti.
“Ketika keamanan terganggu, maka kepercayaan publik luntur. Perdagangan melambat, logistik tersendat, dan semangat masyarakat untuk produktif pun ikut menurun. Maka, menjaga stabilitas bukan pilihan—itu keharusan,” ungkap Sam.
Sam juga menggarisbawahi peran vital intelijen sebagai elemen negara yang memiliki mandat penting dalam mendeteksi, memetakan, dan memitigasi potensi gangguan sosial.
Dalam konteks daerah seperti Maluku yang memiliki dinamika sosial tinggi, intelijen harus berperan aktif bukan hanya dalam merespons krisis, tetapi membaca pola dan mendeteksi kerawanan sejak dini.
“Intelijen harus menjadi radar awal, bukan sekadar pemadam kebakaran. Dengan pemetaan sosial yang tepat, kita bisa meminimalisir risiko konflik sebelum membesar,” jelasnya.
Lebih jauh, Sam mengajak seluruh pemangku kepentingan—baik dari unsur pemerintah, TNI/Polri, organisasi kepemudaan, akademisi, maupun masyarakat sipil—untuk terlibat aktif menjaga ruang aman bersama.
Ia menegaskan bahwa membangun daerah bukan hanya soal anggaran dan infrastruktur, tapi juga tentang membangun kepercayaan dan kohesi sosial.
“Kita punya peluang besar dalam lima tahun ke depan. Di bawah kepemimpinan Gubernur Hendrik Lewerissa dan Wakil Gubernur H. Abdullah Vanath, kita harus bahu-membahu mendukung program strategis nasional. Ini bukan soal posisi, ini tentang tanggung jawab dan kecintaan pada Maluku,” tegasnya.
Sebagai penutup, Sam menyampaikan harapan agar forum seperti ini menjadi ruang untuk memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya harmoni dan stabilitas.
Ia menyebut bahwa Maluku sebagai rumah bersama, harus terus dirawat melalui dialog terbuka, kolaborasi lintas sektor, dan keberanian untuk menjaga damai di tengah perbedaan.
“Kita tidak sedang memperdebatkan siapa yang salah, tapi bagaimana kita bisa saling menjaga. Damai bukan hanya cita-cita, tapi harus menjadi kenyataan yang kita bangun bersama hari ini,” pungkasnya. ***