Jakarta,– Polemik terkait aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, semakin memanas setelah berbagai kritik yang mengarah pada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Partai Golkar menilai bahwa kritik yang dilontarkan terhadap Menteri Bahlil tidak tepat sasaran, mengingat izin usaha pertambangan (IUP) untuk wilayah tersebut telah diberikan jauh sebelum beliau menjabat sebagai Menteri ESDM.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, menjelaskan bahwa IUP yang diterbitkan bagi aktivitas tambang di Raja Ampat bukanlah hasil kebijakan Bahlil, melainkan telah dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya. Menurutnya, tudingan terhadap Bahlil dalam masalah ini adalah keliru.
“Kritik tersebut tidak tepat, karena izin tambang sudah dikeluarkan jauh sebelum Menteri Bahlil menjabat,” ungkap Sarmuji dalam keterangan pers yang diterima trendingMaluku.com pada Senin (9/6).
Namun, meski kebijakan izin tambang bukanlah kebijakan yang diambil oleh Bahlil, Sarmuji menilai bahwa Menteri ESDM tersebut justru menunjukkan kepedulian dan komitmennya terhadap lingkungan dengan mengambil langkah tegas.
Bahlil memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan pertambangan di lokasi tersebut untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak lingkungan yang timbul.
“Justru saat masalah muncul, Menteri Bahlil langsung turun tangan dengan menghentikan sementara operasi tambang, dan itu adalah langkah yang sangat tepat. Beliau adalah satu-satunya menteri yang berani turun langsung ke lapangan untuk memastikan masalah ini ditangani,” tegas Sarmuji.
Sarmuji juga mengungkapkan bahwa polemik ini sesungguhnya melibatkan banyak pihak dan kementerian, mengingat kompleksitas isu lingkungan dan pertambangan yang bersinggungan dengan berbagai kebijakan nasional.
Meski demikian, ia menyebut Bahlil sebagai menteri yang paling responsif dalam menghadapi persoalan tersebut.
Selain itu, Sarmuji menduga gelombang kritik yang datang terhadap Bahlil bisa jadi dipicu oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan kementerian, seperti pencabutan izin tambang yang tidak aktif dan upaya peningkatan lifting migas yang berpotensi mengurangi ketergantungan pada impor.
“Gelombang kritik ini bisa jadi merupakan reaksi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan Menteri Bahlil, terutama terkait pencabutan IUP yang tidak produktif dan kebijakan peningkatan lifting migas yang dapat mengurangi ketergantungan impor,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Bahlil Lahadalia mendapat kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk warganet dan aktivis lingkungan, setelah muncul laporan mengenai kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat.
Demonstrasi juga digelar di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, yang mana salah satu aktivis menyebut Bahlil sebagai “penipu” karena tidak menemui massa aksi yang telah menunggu.***