Ambon, Maluku– Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Maluku mendapat sorotan tajam Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah. Sorotan tajam itu berkaitan dengan rentetan Ledakan Sosial yang tersebar di Maluku. Ledakan begitu saja pecah, mulai dari tidak terdeteksinya potensi konflik horizontal hingga tidak adanya mitigasi terhadap ancaman keamanan yang berdampak langsung pada masyarakat.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap efektivitas peran BIN sebagai institusi strategis penjaga stabilitas nasional di daerah.
“BIN semestinya menjadi mata dan telinga dalam mendeteksi serta mencegah potensi gangguan keamanan. Jika terjadi kecolongan, maka patut dipertanyakan sistem dan keseriusan kerja mereka,” ujar Farham Suneth, Sabtu (19/04) usai Dialog Publik dan rembuk rasa orang saudara di Media Kafe, Graha Ambon Ekpres.
Dikatakan, Undang-Undang Intelijen secara tegas menyebutkan, BIN bertugas menyelenggarakan fungsi intelijen dalam rangka mendeteksi dan mencegah ancaman terhadap keamanan nasional, termasuk di tingkat daerah.
Menurutnya, kegagalan dalam melaksanakan tugas ini bukan hanya menunjukkan lemahnya fungsi deteksi dini, tetapi juga membuka ruang terhadap potensi lain yang lebih luas.
“Konflik yang dibiarkan tumbuh tanpa antisipasi tidak hanya berdampak pada kondisi sosial, tetapi juga menggerus fondasi ekonomi lokal. Maluku sebagai wilayah kepulauan sangat bergantung pada konektivitas dan kestabilan sosial untuk mendukung pergerakan barang, jasa, dan aktivitas ekonomi masyarakat. Ketika ledakan sosial muncul, jalur distribusi terganggu, pelaku usaha kehilangan rasa aman, dan sektor informal yang menopang sebagian besar masyarakat pun terpukul,” bebernya.
Dalam situasi seperti ini lanjutnya, investor enggan masuk, kegiatan perdagangan melambat, dan potensi ekonomi daerah terkunci dalam lingkaran stagnasi. Ketidakpastian keamanan menjadi musuh utama pertumbuhan.
“Tanpa stabilitas sosial, mustahil bicara soal penguatan ekonomi, pengurangan pengangguran, apalagi peningkatan daya saing daerah. Kasihan kepala kepala daerah yang baru dilantik menahkodai kabupaten kota. Cobaan efesiensi anggaran dan konflik komunal mengawali pemerintahan mereka,” endus Farham.
Dia akui, dinamika dialog publik, mempertanyakan kerja kerja intelijen bahkan mendesak adanya evaluasi mendalam terhadap kinerja Kabinda Maluku, serta transparansi terhadap langkah-langkah pembenahan yang akan dilakukan.
“Kami merumuskan sejumlah point penting dalam dialog publik untuk nantinya direkomendasikan kepada PP Pemuda Muhamadiyah. Salah satunya menuntut Kabinda segera dievaluasi,” tegas dia.
Sebagaimana diketahui, Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku menggelar dialog publik berjauk Ekonomi dan Keamanan dengan sub tema Intelijen Lumpuh – Ekonomi Tersendat: Fenomena Konflik Komunal Awal Pemerintahan di Maluku.***