Piru, Maluku– Bagi sebagian orang, menyalurkan zakat mungkin hanya soal mendistribusikan bantuan kepada yang berhak. Namun, bagi Badan Amil Zakat Nasional Seram Bagian Barat (Baznas SBB), tugas ini adalah sebuah perjuangan nyata yang mempertaruhkan waktu, tenaga, dan bahkan keselamatan.
Jalanan rusak, kubangan lumpur, hingga jembatan yang nyaris ambruk menjadi bagian dari rintangan yang harus mereka hadapi demi membawa Cahaya Zakat ke pesisir Huamual.
Perjalanan yang Tak Semulus Harapan
Perjalanan mulia ini dimulai pada Senin, 24 Maret 2025, pukul 09.30 WIT, dari Kecamatan Kairatu. Rombongan Baznas SBB yang dipimpin Syuaib Pattimura bertolak dengan niat tulus: menyampaikan amanah zakat dan sedekah kepada ratusan mustahik di desa-desa pesisir seperti Iha, Luhu, dan sekitarnya. Namun, tantangan besar menghadang mereka sejak awal perjalanan.
Medan yang harus ditempuh jauh dari kata layak. Jalanan penuh lumpur dan rusak parah membuat kendaraan mereka terperosok dalam kubangan lumpur, tak bisa bergerak. Berjam-jam mereka berusaha mengeluarkan kendaraan di bawah terik matahari dan di tengah keterbatasan peralatan.
Semangat tim tak surut, tetapi waktu terus berjalan, dan masyarakat yang menunggu di Iha dan Luhu mulai bertanya-tanya.
Di sisi lain, di Desa Iha dan Luhu, suasana penuh harap. Rumah Inspirasi Iha Kulur dan Roemah Beta Kreatif Institut Hena Luhu, sebagai mitra kolaborasi Baznas, sudah bersiap sejak siang.
Mereka telah mengumpulkan staf pemerintah desa dan tokoh masyarakat untuk menyambut serah terima zakat yang dijadwalkan pukul 14.00 WIT. Namun, rombongan tak kunjung tiba.
Ketika waktu Ashar tiba, harapan mulai pudar. Para tokoh masyarakat yang menunggu akhirnya membubarkan diri untuk menunaikan salat, dengan harapan setelah ibadah, rombongan Baznas sudah tiba.
Namun, hingga azan Maghrib berkumandang, belum ada tanda-tanda kedatangan mereka.
Perjuangan Melawan Waktu dan Medan yang Tak Ramah
Salah satu tantangan terbesar dalam perjalanan ini bukan hanya kondisi jalan, tetapi juga komunikasi yang terhambat. Sinyal telepon dan akses internet yang lemah di kawasan pedalaman Huamual membuat koordinasi sulit dilakukan.
Berbagai spekulasi pun muncul, termasuk dugaan adanya kesalahpahaman atau kendala tak terduga yang menghambat perjalanan Baznas SBB.
Namun, perjuangan rombongan masih berlanjut. Setelah berhasil melewati rintangan di jalan, tepat pukul 18.41 WIT, mereka akhirnya tiba di Iha dan Luhu. Suasana yang tadinya penuh kekhawatiran berganti dengan kelegaan.
Warga, tokoh masyarakat, dan mitra sosial segera berkumpul kembali. Program Cahaya Zakat Baznas SBB pun tetap berjalan, memastikan zakat dan sedekah tersampaikan kepada mereka yang berhak.
Misi Belum Selesai: Membelah Gunung di Tengah Malam
Meskipun sudah menghadapi perjalanan yang berat, misi Baznas SBB belum berakhir. Malam itu juga, mereka harus melanjutkan perjalanan ke Dusun Amaholu, sebuah wilayah yang lebih terpencil.
Untuk mencapainya, mereka harus membelah Gunung Garuda, menghadapi jalan berbatu, tanjakan curam, dan minimnya penerangan.
Belum sampai tujuan, tantangan baru muncul. Jembatan darurat yang mereka lalui berlubang besar, membuat salah satu kendaraan terperosok kembali. Pukul 22.30 WIT, Ketua Baznas SBB, Syuaib Pattimura, akhirnya menghubungi tim bantuan.
Dengan segala keterbatasan di tengah gelapnya hutan Huamual, mereka berusaha mengeluarkan kendaraan dari perangkap maut itu. Butuh waktu berjam-jam hingga akhirnya rombongan bisa melanjutkan perjalanan.
Mereka tiba di Amaholu menjelang tengah malam. Dengan kondisi fisik yang lelah dan perjalanan yang penuh rintangan, mereka memutuskan untuk beristirahat di petuanan desa Luhu, sebelum kembali menunaikan amanah pada keesokan harinya.
Lebih dari Sekadar Menyalurkan Zakat
Perjalanan ini bukan hanya tentang distribusi zakat dan sedekah, tetapi juga tentang perjuangan dan keteguhan hati. Infrastruktur yang buruk di kawasan pedalaman Huamual menjadi cerminan ketimpangan pembangunan yang masih terjadi di berbagai wilayah.
Akses jalan yang rusak, minimnya fasilitas umum, dan sulitnya komunikasi menjadi hambatan besar bagi siapa pun yang ingin membawa perubahan bagi masyarakat setempat.
Namun, bagi Baznas SBB, ini bukan alasan untuk menyerah. Mereka telah membuktikan bahwa zakat bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi juga tentang perjuangan nyata untuk menghadirkan kesejahteraan bagi mereka yang membutuhkan.
Di balik setiap paket zakat dan sedekah yang diterima mustahik, ada keringat dan pengorbanan. Ada kendaraan yang terperosok dalam lumpur, ada jembatan yang hampir tak bisa dilalui, ada perjalanan di tengah malam yang membelah hutan dan gunung. Semua ini dilakukan demi satu tujuan mulia: membawa berkah dan harapan bagi masyarakat di pelosok negeri.
Perjuangan Baznas SBB kali ini mungkin telah usai, tetapi misi kebaikan mereka tidak akan berhenti. Masih banyak saudara kita yang membutuhkan, masih banyak rintangan yang harus dihadapi, dan masih banyak cahaya yang harus dinyalakan.***