Sorong, Papua Barat Daya — Suku Moi, masyarakat adat yang mendiami wilayah pesisir Kepala Burung di Papua Barat Daya, tengah menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan jati diri budaya mereka. Modernisasi yang pesat, urbanisasi, dan tekanan eksploitasi sumber daya alam telah menggeser pola hidup tradisional masyarakat Moi yang selama ini hidup selaras dengan alam.
Salah satu bentuk kearifan lokal yang mulai terlupakan adalah tradisi Egek, upaya kolektif menjaga kelestarian alam melalui pengelolaan sumber daya berbasis adat. Kini, masuknya arus budaya dan konsumsi dari luar Papua telah membawa perubahan signifikan terhadap kebiasaan masyarakat, khususnya generasi muda.
“Banyak tradisi yang dulu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Moi, kini perlahan menghilang,” ujar Torianus Kalami, budayawan Moi.
Tradisi seperti pembuatan Noken — tas anyaman tradisional yang telah diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia — kini hanya dikuasai segelintir orang tua.
Begitu pula dengan kesenian khas Moi seperti cerita rakyat (Dalmus), tarian Aluyen, dan nyanyian tradisional Kain Kla, yang semakin jarang dipraktikkan.
Untuk menjawab kekhawatiran akan punahnya budaya Suku Moi, Komunitas Sinagi Papua menginisiasi Festival Tumpe Klawalu, yang akan digelar pada 23–27 April 2025 di Kampung Klasaman, Kota Sorong.
Festival ini bertujuan membangkitkan kembali kebanggaan terhadap budaya Moi serta mengedukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga identitas budaya.
“Tumpe” dalam bahasa Moi berarti berkumpul, sementara “Klawalu” merujuk pada nama sungai yang menjadi lokasi awal pemukiman Suku Moi di kawasan Klasaman. Festival ini bukan hanya ajang perayaan, melainkan juga sarana rekonsiliasi budaya di tengah masyarakat Moi yang kini tersebar dan berpotensi mengalami konflik identitas.
Berbagai kegiatan telah disiapkan, termasuk lomba membuat Noken, bercerita rakyat, memasak pangan lokal, menulis resep tradisional, serta pertunjukan tari dan nyanyian adat.
Selain itu, akan hadir bazaar UMKM masyarakat Klasaman serta sejumlah talkshow yang mengangkat tema budaya dan pembangunan berkelanjutan.
Talkshow pertama, berjudul “Budaya Moi & Upaya Pemajuan Kebudayaan”, akan digelar pada Rabu, 23 April 2025, dengan narasumber Torianus Kalami dan Ketua Komunitas Bahasa Moi, serta perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan XXIII. Talkshow kedua bertema “Klasaman: Dulu, Kini, dan Nanti”, akan membahas transformasi Kampung Klasaman sebagai pusat budaya dan sejarah Suku Moi.
Festival Tumpe Klawalu diharapkan menjadi momentum penting untuk mengembalikan kesadaran kolektif akan nilai-nilai leluhur dan memperkuat identitas budaya di tengah gempuran modernitas.
Melalui pendekatan budaya, masyarakat Moi diajak membangun masa depan yang berakar pada tradisi, namun tetap terbuka terhadap perubahan yang selaras dengan kearifan lokal.***